Koran Jakarta, 22 Januari 2011
TOKYO – Jepang sedikit percaya diri dengan pencapaian positif di bidang ekonomi menyusul membaiknya sektor perindustriannya untuk kali pertama pada November 2010. Meski demikian, risiko pelambatan pertumbuhan ekonomi terus membayangi Jepang ke depan. Peringatan itu disampaikan Sekretariat Kabinet Jepang atau Cabinet Office di Tokyo, Jumat (21/1). “Meskipun perekonomian terlihat terhenti, beberapa gerakan menuju kenaikan dapat terlihat,” demikian laporan Sekretariat Kabinet Jepang di Tokyo, Jumat (21/1), mengacu adanya kenaikan produksi industri untuk kali pertama dalam periode enam bulan hingga November 2010.
Namun, Tokyo mengungkapkan perekonomian Jepang tetap berada dalam situasi yang sulit. Indikasi tersebut terlihat dari tingkat pengangguran yang cenderung stagnan. Data terbaru Jepang menyebutkan angka pengangguran di Negeri Sakura pada November mencapai 5,1 persen dari jumlah angkatan kerja di negara itu, tak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Karenanya, pemerintah memperingatkan perekonomian Jepang bisa tertekan oleh pelambatan pemulihan ekonomi di sejumlah negara lain. Laporan Cabinet Office tersebut disampaikan setelah China dan Amerika Serikat (AS) melaporkan tanda-tanda pemulihan ekonominya sepanjang 2010.
Pada Kamis (20/1), China melaporkan pertumbuhan ekonomi, melebihi target, sebesar 9,8 persen pada kuartal Oktober-Desember 2010. Pejabat Cabinet Office mengungkapkan program subsidi China untuk pembelian barang elektronik dan mobil turut mendukung aktivitas produksi di Jepang. Namun, Cabinet Office memperingatkan Jepang pantas mewaspadai berakhirnya program subsidi China pada September 2010. “Ekspor (Jepang) turun secara moderat dan produksi perindustrian mulai berkurang,” bunyi pernyataan Cabinet Office.
Pemerintah Jepang juga menunjukkan indikasi lain dari pergerakan positif perekonomiannya. Salah satunya adalah kenaikan harga barang-barang korporasi yang naik tipis meskipun kenaikan tersebut terjadi di tengah penurunan indeks harga konsumen, indikator dari konsumsi domestik suatu negara. Tak hanya itu, Tokyo juga mengklaim membaiknya keuntungan korporasi dan iklim investasi di negara itu.
Defisit Memburuk
Sementara itu, Pemerintah Jepang kemarin menyatakan negara bakal mengalami defisit anggaran mencapai 280 miliar dollar AS pada Maret 2021 mendatang ketika sejumlah politisi mendesak pemerintah agar melakukan reformasi pajak untuk mengatasi masalah keuangan. Data tersebut merupakan beban bagi pemerintahan pimpinan Perdana Menteri Naoto Kan yang menargetkan terjadinya surplus sebesar lima persen.
“Target pemerintah adalah mengupayakan terjadinya surplus anggaran,” ujar Menteri Keuangan Yoshihiko Noda, Jumat (21/1). Saat ini, beban utang yang tengah ditaggung Jepang akibat defisit anggaran kian membengkak menjadi 5 triliun dollar AS atau setara dengan 200 persen dari PDB (produk domestik bruto) Jepang. Bahkan, Jepang saat ini dianggap sebagai negara maju yang menanggung beban utang terbesar di dunia. Sejumlah analis pesimistis kondisi keuangan Jepang bakal membaik secepatnya.
Hiromichi Shirakawa, ekonom Jepang dari Credit Suisse, menyatakan kondisi keuangan Jepang tidak akan membaik bila langkah-langkah untuk mendorong pertumbuhan lemah. “Mempertimbangkan situasi perekonomian Jepang saat ini, sangat penting (bagi pemerintah) untuk memastikan konsistensi antara pertumbuhan ekonomi dan kebijakan pajak,” paparnya.
No comments:
Post a Comment