Inilah Enam Modus Permainan Pajak versi Gayus
tempointeraktif.com, 4 Januari 2011
TEMPO Interaktif, Jakarta - Gayus Halomoan Tambunan, terdakwa kasus penyuapan terhadap aparat penegak hukum mengungkapkan ada enam modus permainan di Direktorat Jenderal Pajak. Modus itu diungkapkan Gayus dalam pleidoi berjudul Indonesia Bersih... Polisi dan Jaksa Risih... Saya Tersisih... di Pengadilan Jakarta Selatan.
Menurut mantan pegawai pajak ini, modus pertama adalah melakukan negosiasi surat ketetapan pajak (SKP). Negosiasi terjadi di tingkat tim pemeriksa pajak. Tujuannya untuk menaikkan atau menurunkan nilai pajak. "SKP tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya, baik itu SKP kurang bayar maupun SKP lebih bayar dalam rangka restitusi pajak."
Kedua, kata Gayus, terjadi di tingkat penyidikan pajak, seperti kasus faktur pajak fiktif. Dalam kasus ini, wajib pajak, selain diperintahkan membetulkan SPT masa PPN, akan ditakut-takuti untuk dijadikan tersangka. "Ujung-ujungnya adalah uang, sehingga status wajib pajak tetap sebagai saksi."
Ketiga, penghilangan berkas surat permohonan keberatan wajib pajak. Permohonan ini seharusnya diproses paling lama 12 bulan. "Sesuai dengan Pasal 26 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2000, jika permohonan tersebut tak selesai atau belum diproses, Pajak harus menerima keberatan yang diajukan berapa rupiah pun nilai keberatan yang dimintakan."
Keempat, menurut Gayus, adalah dengan penggunaan perusahaan luar negeri, khususnya di Belanda, untuk menggelapkan pajak. Terdapat celah hukum pembayaran bunga kepada perusahaan Belanda, jika lebih dari dua tahun pengenaan pajak penghasilan bisa dikenai nol persen. "Potensi penggelapan mencapai ratusan miliar, bahkan triliunan, rupiah."
Kelima adalah modus yang sering terjadi, yakni dengan jual-beli saham antarperusahaan satu grup. Caranya, pembelian saham diklaim sebagai kerugian investasi. Kerugian ini, kata Gayus, dibebankan sebagai biaya yang menggerus keuntungan perusahaan dari usaha riilnya. "Padahal tidak pernah ada transaksi tersebut secara riil dan nilai jual-beli saham tak mencerminkan nilai perusahaan sesungguhnya."
Keenam, lanjut dia, "Kerugian investasi yang dibukukan dalam SPT tahunan. Hal ini dikarenakan adanya kerugian akibat pembelian dan penjualan saham antarperusahaan yang diduga masih satu grup. Diduga tidak ada transaksi tersebut secara riil dan nilai jual beli saham itu tidak mencerminkan nilai saham yang sesungguhnya. Dengan terjadinya kerugian investasi jual beli itu, wajib pajak tidak membayar PPh Pasal 25," paparnya.
Semua modus ini, menurut Gayus, sudah dibeberkan kepada penyidik tim independen kepolisian. Namun, menurut dia, tidak ada satu pun cerita ini yang ditindaklanjuti. "Timbul tanda tanya besar di pikiran saya, apakah Direktorat Pajak memang bersih?" ujarnya.
Gayus menduga, "Ada setting untuk melokalisir kasus hanya kepada saya. Atau Polri tak mampu bekerja secara profesional untuk menjerat mafia pajak sebenarnya."
No comments:
Post a Comment