Harian Kompas, 28 Januari 2011
Jakarta, Kompas - Usulan pembentukan Panitia Khusus Angket Dewan Perwakilan Rakyat untuk Perpajakan hampir dipastikan gembos di tengah jalan. Sejumlah partai anggota koalisi pemerintahan mengikuti langkah Partai Demokrat yang menarik dukungan terhadap usulan pembentukan pansus tersebut.
Dari enam partai politik anggota koalisi, hingga Kamis (27/1), hanya Partai Keadilan Sejahtera yang tetap mendukung adanya hak angket kasus pajak. ”Kami mendukung karena persoalannya terlalu besar dan penyelesaian berlarut-larut,” kata Sekretaris Jenderal PKS Anis Matta.
Lima anggota partai koalisi lainnya, yaitu Partai Demokrat, Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), menunjukkan sikap berbeda.
PAN dan PKB menilai, pansus angket belum dibutuhkan dalam kasus perpajakan. ”Lebih tajam jika diusut panitia kerja (panja) di Komisi III dulu. Jika dengan pansus, politiknya akan ke mana-mana,” kata Ketua Fraksi PAN Tjatur Sapto Edy, yang juga Ketua Panja Mafia Hukum dan Perpajakan Komisi III DPR. Ketua Fraksi PKB Marwan Jafar bahkan mengancam memberikan sanksi jika ada anggota fraksinya yang mendukung pansus itu.
Sekretaris Fraksi PPP Romahurmuziy mengaku, fraksinya masih mengkaji penggunaan hak angket. Padahal, pada Senin lalu, dia juga menyatakan mendukung penggunaan hak angket.
Senin lalu, Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto menyatakan mendukung adanya pansus angket. Namun, kemarin dia menyatakan mendukung pansus untuk mengusut kasus pajak, tetapi bukan pansus angket.
Airlangga Pribadi, pengajar ilmu politik di Universitas Airlangga, menilai, pencabutan dukungan itu karena akan menyentuh kepentingan elite kekuasaan. Ia menduga, usulan hak angket itu hanya gertak dan tawar-menawar politik.
Friday, 28 January 2011
Wednesday, 26 January 2011
Komisi XI DPR juga mengajukan hak angket pajak
Kontanonline.com, 26 Januari 2011
JAKARTA. Hak angket pajak semakin menggelinding. Kini giliran Panitia Kerja (Panja) Perpajakan Komisi XI DPR yang mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket perpajakan.
Pembentukan pansus tersebut merupakan salah satu rekomendasi Panja Perpajakan berdasarkan hasil audit investigasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas sengketa pajak enam perusahaan dengan Direktorat Jenderal Pajak. Keenam perusahaan tersebut PT Permata Hijau Sawit, Asian Agri Group, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Alfa Kurnia, PT ING International dan RS Emma Mojokerto. "Kami minta pimpinan DPR segera bentuk panitia khusus hak angket untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus perpajakan yang merugikan negara atau wajib pajak," ujar Melchias Markus Mekeng, Ketua Panja Perpajakan, Selasa (25/1).
Melchias bilang berdasarkan audit BPK tersebut disimpulkan proses pemeriksaan dan penyidikan wajib pajak belum sepenuhnya mematuhi beleid yang berlaku. Selain berdasarkan audit BPK itu, Panja juga menemukan modus penyimpangan Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan laporan Komite Pengawas Perpajakan.
Setidaknya ada 12 titik rawan penyalagunaan kewenangan di bidang perpajakan. Pertama, pada proses pemeriksaan ada peluang terjadinya permainan temuan yang belum tentu benar. Temuan yang tak bisa disanggah wajib pajak bisa dinegosiasikan. Kedua, pada saat keberatan pajak yang memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk memberikan dokumen pendukung yang tak sempat dilakukan dalam proses pemeriksaan. Ketiga saat banding pajak. Keempat, pada saat pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan pajak. Kelima saat penuntutan dan keenam, saat persidangan.
Lalu ketujuh, adanya konsultan pajak baik liar maupun resmi yang bisa membantu wajib pajak menghindar bayar pajak. Kedelapan, oknum pejabat pajak menjadi konsultan pajak. Kesembilan, ada oknum pengadilan pajak yang terlibat mafia pajak. Modus lain pengemplangan pajak adalah lewat rekayasa akuntansi, fasilitas pajak, serta celah di peraturan pajak.
Sejatinya usulan Panja Perpajakan kalah cepat dengan usulan serupa dari Komisi III DPR. Sehari sebelumnya, 31 anggota Komisi III DPR dari sembilan fraksi telah mengajukan hak angket. "Saya sudah terima surat resmi hak angket yang sudah diteken 31 anggota," ujar Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso.
Melchias berharap pimpinan DPR lebih objektif karena pengajuan hak angket Komisi XI lebih kuat dan ada dasarnya yakni audit BPK ketimbang komisi III. Secepatnya Komisi XI akan menggalang dukungan hak angket ini.
JAKARTA. Hak angket pajak semakin menggelinding. Kini giliran Panitia Kerja (Panja) Perpajakan Komisi XI DPR yang mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket perpajakan.
Pembentukan pansus tersebut merupakan salah satu rekomendasi Panja Perpajakan berdasarkan hasil audit investigasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas sengketa pajak enam perusahaan dengan Direktorat Jenderal Pajak. Keenam perusahaan tersebut PT Permata Hijau Sawit, Asian Agri Group, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Alfa Kurnia, PT ING International dan RS Emma Mojokerto. "Kami minta pimpinan DPR segera bentuk panitia khusus hak angket untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus perpajakan yang merugikan negara atau wajib pajak," ujar Melchias Markus Mekeng, Ketua Panja Perpajakan, Selasa (25/1).
Melchias bilang berdasarkan audit BPK tersebut disimpulkan proses pemeriksaan dan penyidikan wajib pajak belum sepenuhnya mematuhi beleid yang berlaku. Selain berdasarkan audit BPK itu, Panja juga menemukan modus penyimpangan Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan laporan Komite Pengawas Perpajakan.
Setidaknya ada 12 titik rawan penyalagunaan kewenangan di bidang perpajakan. Pertama, pada proses pemeriksaan ada peluang terjadinya permainan temuan yang belum tentu benar. Temuan yang tak bisa disanggah wajib pajak bisa dinegosiasikan. Kedua, pada saat keberatan pajak yang memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk memberikan dokumen pendukung yang tak sempat dilakukan dalam proses pemeriksaan. Ketiga saat banding pajak. Keempat, pada saat pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan pajak. Kelima saat penuntutan dan keenam, saat persidangan.
Lalu ketujuh, adanya konsultan pajak baik liar maupun resmi yang bisa membantu wajib pajak menghindar bayar pajak. Kedelapan, oknum pejabat pajak menjadi konsultan pajak. Kesembilan, ada oknum pengadilan pajak yang terlibat mafia pajak. Modus lain pengemplangan pajak adalah lewat rekayasa akuntansi, fasilitas pajak, serta celah di peraturan pajak.
Sejatinya usulan Panja Perpajakan kalah cepat dengan usulan serupa dari Komisi III DPR. Sehari sebelumnya, 31 anggota Komisi III DPR dari sembilan fraksi telah mengajukan hak angket. "Saya sudah terima surat resmi hak angket yang sudah diteken 31 anggota," ujar Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso.
Melchias berharap pimpinan DPR lebih objektif karena pengajuan hak angket Komisi XI lebih kuat dan ada dasarnya yakni audit BPK ketimbang komisi III. Secepatnya Komisi XI akan menggalang dukungan hak angket ini.
Inpres Mafia Pajak Telah Makan Korban
Koran Jakarta, 25 Januari 2011
JAKARTA – Tenggat waktu satu minggu yang diminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bagi pemimpin lembaga penegak hukum dan lembaga negara lainnya, terkait kasus mafia pajak dan hukum yang melibatkan Gayus Halomoan Tambunan, mulai dilaksanakan. Realisasi Instruksi Presiden (Inpres) yang dikeluarkan pekan lalu diumumkan Menko Polhukam Djoko Suyanto seusai rapat bersama penanganan kasus Gayus, Senin (24/1).
Tepat satu minggu sejak Inpres penanganan kasus Gayus dikeluarkan, pemimpin lembaga penegak hukum dan lembaga terkait melaporkan langkah-langkah yang diambil kepada Wakil Presiden Boediono di Istana Wapres, Senin. Mereka ialah Kapolri Timur Pradopo, Jaksa Agung Basrief Arief, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, menurut Menkumham Patrialis Akbar, telah menindak 35 pegawai keimigrasian karena terlibat dalam pemalsuan paspor yang kemudian digunakan oleh Gayus.
“Kami sudah melakukan penindakan lebih kurang terhadap 35 orang pegawai keimigrasian, baik dari Jakarta Timur maupun dari Soekarno-Hatta,” kata Patrialis. Dari lingkungan Kejaksaan Agung, menurut Jaksa Agung Basrief Arief, setidaknya ada dua oknum jaksa yang ditindak, yaitu Asisten Pidana Khusus di Kejati Jateng Cirus Sinaga dan Direktur Prapenuntutan Jaksa Muda Pidana Umum Poltak Manulang.
“Karena terindikasi, khususnya dengan mencuatnya rencana tuntutan atau rentut yang berkaitan dengan Gayus yang diputus bebas oleh PN Tangerang,” kata Basrief. Meski tidak terkait langsung dengan kasus Gayus, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan pihaknya melakukan rotasi kepemimpinan di beberapa direktorat yang dibawahinya, di antaranya Ditjen Pajak. ”Nah, dengan demikian, tentu kita akan memberi waktu kepada Dirjen Pajak yang baru untuk konsolidasi,” kata dia seraya mengatakan ada lima pegawai pajak yang sedang menjalani penyidikan.
Selain itu, ada lima pejabat yang dicopot untuk selanjutnya diperiksa oleh instansi yang berwenang. Kapolri Timur Pradopo mengungkapkan pihaknya masih menyidik 17 anggotanya yang memberikan peluang kepada Gayus untuk keluar dari Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, selama 68 hari. Dalam keterangan pers bersama seusai rapat dengan Wapres, Djoko Sujanto mengatakan, Wapres Boediono bakal memantau terus perkembangan kasus mafia perpajakan Gayus yang melibatkan aparat pemerintah.
“Saya ingatkan kembali, stressing (penekanan) Bapak Wapres kepada beliau-beliau tidak boleh ada lagi tebang pilih. Jadi harus murni pada pelanggaran apa yang dilakukan,” kata Djoko. Wapres, kata Djoko, juga meminta agar ada keterpaduan antara penegak hukum kepolisian, kejaksaan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kemenkeu dalam melakukan pembenahan, mulai dari perbaikan regulasi, pengawasan, hingga pemberian sanksi jika ada pelanggaran.
Target Dirjen Pajak
Dirjen Pajak Fuad Rachmany, yang baru menggantikan Tjiptardjo, mengemukakan pihaknya meminta aparatur pajak, baik aparat pajak di tingkat pusat, Direktur Pajak, Kanwil Pajak, maupun Kepala Kantor Pajak, terus bekerja dengan serius dan siap melakukan perbaikan sistem. Mengenai strategi yang akan dilakukan guna mengurangi kenakalan aparat pajak, Fuad meminta agar semua pihak memberikan kesempatan kepada dirinya untuk bekerja. “Kasih saya kesempatan untuk mempelajari semua kasus yang ada.
Saya kan baru hari pertama di sini sekaligus berkenalan dengan mereka,” kata Fuad. Masih terkait kasus Gayus, Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana menegaskan, penerapan asas pembuktian terbalik itu hanya diberlakukan untuk para pihak yang statusnya telah terdakwa, tidak bisa pada perusahaan yang diduga menyuap Gayus.
JAKARTA – Tenggat waktu satu minggu yang diminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bagi pemimpin lembaga penegak hukum dan lembaga negara lainnya, terkait kasus mafia pajak dan hukum yang melibatkan Gayus Halomoan Tambunan, mulai dilaksanakan. Realisasi Instruksi Presiden (Inpres) yang dikeluarkan pekan lalu diumumkan Menko Polhukam Djoko Suyanto seusai rapat bersama penanganan kasus Gayus, Senin (24/1).
Tepat satu minggu sejak Inpres penanganan kasus Gayus dikeluarkan, pemimpin lembaga penegak hukum dan lembaga terkait melaporkan langkah-langkah yang diambil kepada Wakil Presiden Boediono di Istana Wapres, Senin. Mereka ialah Kapolri Timur Pradopo, Jaksa Agung Basrief Arief, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, menurut Menkumham Patrialis Akbar, telah menindak 35 pegawai keimigrasian karena terlibat dalam pemalsuan paspor yang kemudian digunakan oleh Gayus.
“Kami sudah melakukan penindakan lebih kurang terhadap 35 orang pegawai keimigrasian, baik dari Jakarta Timur maupun dari Soekarno-Hatta,” kata Patrialis. Dari lingkungan Kejaksaan Agung, menurut Jaksa Agung Basrief Arief, setidaknya ada dua oknum jaksa yang ditindak, yaitu Asisten Pidana Khusus di Kejati Jateng Cirus Sinaga dan Direktur Prapenuntutan Jaksa Muda Pidana Umum Poltak Manulang.
“Karena terindikasi, khususnya dengan mencuatnya rencana tuntutan atau rentut yang berkaitan dengan Gayus yang diputus bebas oleh PN Tangerang,” kata Basrief. Meski tidak terkait langsung dengan kasus Gayus, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan pihaknya melakukan rotasi kepemimpinan di beberapa direktorat yang dibawahinya, di antaranya Ditjen Pajak. ”Nah, dengan demikian, tentu kita akan memberi waktu kepada Dirjen Pajak yang baru untuk konsolidasi,” kata dia seraya mengatakan ada lima pegawai pajak yang sedang menjalani penyidikan.
Selain itu, ada lima pejabat yang dicopot untuk selanjutnya diperiksa oleh instansi yang berwenang. Kapolri Timur Pradopo mengungkapkan pihaknya masih menyidik 17 anggotanya yang memberikan peluang kepada Gayus untuk keluar dari Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, selama 68 hari. Dalam keterangan pers bersama seusai rapat dengan Wapres, Djoko Sujanto mengatakan, Wapres Boediono bakal memantau terus perkembangan kasus mafia perpajakan Gayus yang melibatkan aparat pemerintah.
“Saya ingatkan kembali, stressing (penekanan) Bapak Wapres kepada beliau-beliau tidak boleh ada lagi tebang pilih. Jadi harus murni pada pelanggaran apa yang dilakukan,” kata Djoko. Wapres, kata Djoko, juga meminta agar ada keterpaduan antara penegak hukum kepolisian, kejaksaan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kemenkeu dalam melakukan pembenahan, mulai dari perbaikan regulasi, pengawasan, hingga pemberian sanksi jika ada pelanggaran.
Target Dirjen Pajak
Dirjen Pajak Fuad Rachmany, yang baru menggantikan Tjiptardjo, mengemukakan pihaknya meminta aparatur pajak, baik aparat pajak di tingkat pusat, Direktur Pajak, Kanwil Pajak, maupun Kepala Kantor Pajak, terus bekerja dengan serius dan siap melakukan perbaikan sistem. Mengenai strategi yang akan dilakukan guna mengurangi kenakalan aparat pajak, Fuad meminta agar semua pihak memberikan kesempatan kepada dirinya untuk bekerja. “Kasih saya kesempatan untuk mempelajari semua kasus yang ada.
Saya kan baru hari pertama di sini sekaligus berkenalan dengan mereka,” kata Fuad. Masih terkait kasus Gayus, Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana menegaskan, penerapan asas pembuktian terbalik itu hanya diberlakukan untuk para pihak yang statusnya telah terdakwa, tidak bisa pada perusahaan yang diduga menyuap Gayus.
Sunday, 23 January 2011
Tak Pernah Capai Target Penerimaan
Harian Kompas, 22 Januari 2011
Jakarta, Kompas - Selama ini Direktorat Jenderal Pajak belum sekali pun berhasil mencapai target penerimaan pajak dalam APBN.
Oleh karena itu, tugas berat Fuad Rahmany sebagai Direktur Jenderal Pajak yang baru adalah meningkatkan rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB).
Namun, menurut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, yang dimintai tanggapannya di Banjarmasin, peningkatan penerimaan pajak itu juga harus dilakukan dengan menekankan agar instrumen pajak yang digunakan tetap berkeadilan.
Sebelumnya, Fuad Rahmany adalah Kepala Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan. Dia menggantikan Mohammad Tjiptardjo yang memasuki masa pensiun.
Adapun posisi Kepala Bapepam-LK untuk sementara diisi Nurhaida, yang sebelumnya menjabat Kepala Biro Transaksi dan Lembaga Efek Bapepam-LK.
Dalam APBN 2011, Ditjen Pajak harus mampu menghimpun Pajak Penghasilan (PPh) senilai Rp 420,49 triliun. Sedangkan target penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Rp 312,11 triliun. Target untuk menghimpun Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp 27,68 triliun.
Sementara target penerimaan dari pajak lainnya (misalnya bea meterai) senilai Rp 4,2 triliun.
”Selain mengamankan penerimaan negara, juga dari sisi kebocoran harus ditekan. Tingkatkanlah trust building (kepercayaan). Karena saya percaya masih sangat banyak yang berdedikasi tinggi dan bekerja keras di perpajakan kita. Oleh karena itu, dengan kepemimpinan baru ini, kami harap reformasi perpajakan dapat berjalan baik. Kemudian pengamanan di sisi penerimaan negara juga berjalan baik,” kata Hatta Rajasa.
Mantan anggota DPR, Dradjad H Wibowo, mengingatkan, banyak sekali area peraturan yang tidak transparan dan membingungkan sehingga kerap disebut sebagai area abu-abu di Ditjen Pajak.
Atas dasar itu, pekerjaan berat pertama Dirjen Pajak yang baru adalah menguasai dan menertibkan area abu-abu tersebut. ”Jika tidak, dia akan sulit memimpin birokrasi Ditjen Pajak yang merupakan birokrasi terbesar dan paling rumit di Kementerian Keuangan,” katanya.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Erwin Aksa menegaskan, Ditjen Pajak membutuhkan pemimpin yang jujur dan disiplin. Hal itu akan mendorong aparat pajak yang menjadi bawahannya untuk memiliki keteguhan dalam menjalankan tugasnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi berharap, penugasan pejabat dari luar lingkungan Ditjen Pajak, seperti Fuad Rahmany, bisa menghapus kendala komunikasi dengan dunia usaha seperti masa sebelumnya. ”Saya pikir dia (Fuad Rahmany) orang yang tepat untuk posisi itu,” ujar Sofjan.
Jakarta, Kompas - Selama ini Direktorat Jenderal Pajak belum sekali pun berhasil mencapai target penerimaan pajak dalam APBN.
Oleh karena itu, tugas berat Fuad Rahmany sebagai Direktur Jenderal Pajak yang baru adalah meningkatkan rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB).
Namun, menurut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, yang dimintai tanggapannya di Banjarmasin, peningkatan penerimaan pajak itu juga harus dilakukan dengan menekankan agar instrumen pajak yang digunakan tetap berkeadilan.
Sebelumnya, Fuad Rahmany adalah Kepala Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan. Dia menggantikan Mohammad Tjiptardjo yang memasuki masa pensiun.
Adapun posisi Kepala Bapepam-LK untuk sementara diisi Nurhaida, yang sebelumnya menjabat Kepala Biro Transaksi dan Lembaga Efek Bapepam-LK.
Dalam APBN 2011, Ditjen Pajak harus mampu menghimpun Pajak Penghasilan (PPh) senilai Rp 420,49 triliun. Sedangkan target penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Rp 312,11 triliun. Target untuk menghimpun Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp 27,68 triliun.
Sementara target penerimaan dari pajak lainnya (misalnya bea meterai) senilai Rp 4,2 triliun.
”Selain mengamankan penerimaan negara, juga dari sisi kebocoran harus ditekan. Tingkatkanlah trust building (kepercayaan). Karena saya percaya masih sangat banyak yang berdedikasi tinggi dan bekerja keras di perpajakan kita. Oleh karena itu, dengan kepemimpinan baru ini, kami harap reformasi perpajakan dapat berjalan baik. Kemudian pengamanan di sisi penerimaan negara juga berjalan baik,” kata Hatta Rajasa.
Mantan anggota DPR, Dradjad H Wibowo, mengingatkan, banyak sekali area peraturan yang tidak transparan dan membingungkan sehingga kerap disebut sebagai area abu-abu di Ditjen Pajak.
Atas dasar itu, pekerjaan berat pertama Dirjen Pajak yang baru adalah menguasai dan menertibkan area abu-abu tersebut. ”Jika tidak, dia akan sulit memimpin birokrasi Ditjen Pajak yang merupakan birokrasi terbesar dan paling rumit di Kementerian Keuangan,” katanya.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Erwin Aksa menegaskan, Ditjen Pajak membutuhkan pemimpin yang jujur dan disiplin. Hal itu akan mendorong aparat pajak yang menjadi bawahannya untuk memiliki keteguhan dalam menjalankan tugasnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi berharap, penugasan pejabat dari luar lingkungan Ditjen Pajak, seperti Fuad Rahmany, bisa menghapus kendala komunikasi dengan dunia usaha seperti masa sebelumnya. ”Saya pikir dia (Fuad Rahmany) orang yang tepat untuk posisi itu,” ujar Sofjan.
Pemulihan Krisis , Butuh Konsistensi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Kebijakan Pajak
Koran Jakarta, 22 Januari 2011
TOKYO – Jepang sedikit percaya diri dengan pencapaian positif di bidang ekonomi menyusul membaiknya sektor perindustriannya untuk kali pertama pada November 2010. Meski demikian, risiko pelambatan pertumbuhan ekonomi terus membayangi Jepang ke depan. Peringatan itu disampaikan Sekretariat Kabinet Jepang atau Cabinet Office di Tokyo, Jumat (21/1). “Meskipun perekonomian terlihat terhenti, beberapa gerakan menuju kenaikan dapat terlihat,” demikian laporan Sekretariat Kabinet Jepang di Tokyo, Jumat (21/1), mengacu adanya kenaikan produksi industri untuk kali pertama dalam periode enam bulan hingga November 2010.
Namun, Tokyo mengungkapkan perekonomian Jepang tetap berada dalam situasi yang sulit. Indikasi tersebut terlihat dari tingkat pengangguran yang cenderung stagnan. Data terbaru Jepang menyebutkan angka pengangguran di Negeri Sakura pada November mencapai 5,1 persen dari jumlah angkatan kerja di negara itu, tak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Karenanya, pemerintah memperingatkan perekonomian Jepang bisa tertekan oleh pelambatan pemulihan ekonomi di sejumlah negara lain. Laporan Cabinet Office tersebut disampaikan setelah China dan Amerika Serikat (AS) melaporkan tanda-tanda pemulihan ekonominya sepanjang 2010.
Pada Kamis (20/1), China melaporkan pertumbuhan ekonomi, melebihi target, sebesar 9,8 persen pada kuartal Oktober-Desember 2010. Pejabat Cabinet Office mengungkapkan program subsidi China untuk pembelian barang elektronik dan mobil turut mendukung aktivitas produksi di Jepang. Namun, Cabinet Office memperingatkan Jepang pantas mewaspadai berakhirnya program subsidi China pada September 2010. “Ekspor (Jepang) turun secara moderat dan produksi perindustrian mulai berkurang,” bunyi pernyataan Cabinet Office.
Pemerintah Jepang juga menunjukkan indikasi lain dari pergerakan positif perekonomiannya. Salah satunya adalah kenaikan harga barang-barang korporasi yang naik tipis meskipun kenaikan tersebut terjadi di tengah penurunan indeks harga konsumen, indikator dari konsumsi domestik suatu negara. Tak hanya itu, Tokyo juga mengklaim membaiknya keuntungan korporasi dan iklim investasi di negara itu.
Defisit Memburuk
Sementara itu, Pemerintah Jepang kemarin menyatakan negara bakal mengalami defisit anggaran mencapai 280 miliar dollar AS pada Maret 2021 mendatang ketika sejumlah politisi mendesak pemerintah agar melakukan reformasi pajak untuk mengatasi masalah keuangan. Data tersebut merupakan beban bagi pemerintahan pimpinan Perdana Menteri Naoto Kan yang menargetkan terjadinya surplus sebesar lima persen.
“Target pemerintah adalah mengupayakan terjadinya surplus anggaran,” ujar Menteri Keuangan Yoshihiko Noda, Jumat (21/1). Saat ini, beban utang yang tengah ditaggung Jepang akibat defisit anggaran kian membengkak menjadi 5 triliun dollar AS atau setara dengan 200 persen dari PDB (produk domestik bruto) Jepang. Bahkan, Jepang saat ini dianggap sebagai negara maju yang menanggung beban utang terbesar di dunia. Sejumlah analis pesimistis kondisi keuangan Jepang bakal membaik secepatnya.
Hiromichi Shirakawa, ekonom Jepang dari Credit Suisse, menyatakan kondisi keuangan Jepang tidak akan membaik bila langkah-langkah untuk mendorong pertumbuhan lemah. “Mempertimbangkan situasi perekonomian Jepang saat ini, sangat penting (bagi pemerintah) untuk memastikan konsistensi antara pertumbuhan ekonomi dan kebijakan pajak,” paparnya.
TOKYO – Jepang sedikit percaya diri dengan pencapaian positif di bidang ekonomi menyusul membaiknya sektor perindustriannya untuk kali pertama pada November 2010. Meski demikian, risiko pelambatan pertumbuhan ekonomi terus membayangi Jepang ke depan. Peringatan itu disampaikan Sekretariat Kabinet Jepang atau Cabinet Office di Tokyo, Jumat (21/1). “Meskipun perekonomian terlihat terhenti, beberapa gerakan menuju kenaikan dapat terlihat,” demikian laporan Sekretariat Kabinet Jepang di Tokyo, Jumat (21/1), mengacu adanya kenaikan produksi industri untuk kali pertama dalam periode enam bulan hingga November 2010.
Namun, Tokyo mengungkapkan perekonomian Jepang tetap berada dalam situasi yang sulit. Indikasi tersebut terlihat dari tingkat pengangguran yang cenderung stagnan. Data terbaru Jepang menyebutkan angka pengangguran di Negeri Sakura pada November mencapai 5,1 persen dari jumlah angkatan kerja di negara itu, tak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Karenanya, pemerintah memperingatkan perekonomian Jepang bisa tertekan oleh pelambatan pemulihan ekonomi di sejumlah negara lain. Laporan Cabinet Office tersebut disampaikan setelah China dan Amerika Serikat (AS) melaporkan tanda-tanda pemulihan ekonominya sepanjang 2010.
Pada Kamis (20/1), China melaporkan pertumbuhan ekonomi, melebihi target, sebesar 9,8 persen pada kuartal Oktober-Desember 2010. Pejabat Cabinet Office mengungkapkan program subsidi China untuk pembelian barang elektronik dan mobil turut mendukung aktivitas produksi di Jepang. Namun, Cabinet Office memperingatkan Jepang pantas mewaspadai berakhirnya program subsidi China pada September 2010. “Ekspor (Jepang) turun secara moderat dan produksi perindustrian mulai berkurang,” bunyi pernyataan Cabinet Office.
Pemerintah Jepang juga menunjukkan indikasi lain dari pergerakan positif perekonomiannya. Salah satunya adalah kenaikan harga barang-barang korporasi yang naik tipis meskipun kenaikan tersebut terjadi di tengah penurunan indeks harga konsumen, indikator dari konsumsi domestik suatu negara. Tak hanya itu, Tokyo juga mengklaim membaiknya keuntungan korporasi dan iklim investasi di negara itu.
Defisit Memburuk
Sementara itu, Pemerintah Jepang kemarin menyatakan negara bakal mengalami defisit anggaran mencapai 280 miliar dollar AS pada Maret 2021 mendatang ketika sejumlah politisi mendesak pemerintah agar melakukan reformasi pajak untuk mengatasi masalah keuangan. Data tersebut merupakan beban bagi pemerintahan pimpinan Perdana Menteri Naoto Kan yang menargetkan terjadinya surplus sebesar lima persen.
“Target pemerintah adalah mengupayakan terjadinya surplus anggaran,” ujar Menteri Keuangan Yoshihiko Noda, Jumat (21/1). Saat ini, beban utang yang tengah ditaggung Jepang akibat defisit anggaran kian membengkak menjadi 5 triliun dollar AS atau setara dengan 200 persen dari PDB (produk domestik bruto) Jepang. Bahkan, Jepang saat ini dianggap sebagai negara maju yang menanggung beban utang terbesar di dunia. Sejumlah analis pesimistis kondisi keuangan Jepang bakal membaik secepatnya.
Hiromichi Shirakawa, ekonom Jepang dari Credit Suisse, menyatakan kondisi keuangan Jepang tidak akan membaik bila langkah-langkah untuk mendorong pertumbuhan lemah. “Mempertimbangkan situasi perekonomian Jepang saat ini, sangat penting (bagi pemerintah) untuk memastikan konsistensi antara pertumbuhan ekonomi dan kebijakan pajak,” paparnya.
MAFIA PAJAK, Inpres Belum Terlaksana Baik
Harian Kompas, 24 Januari 2011
Jakarta, Kompas - Dua belas instruksi presiden soal penuntasan kasus terkait mantan pegawai pajak Gayus HP Tambunan tampak belum terlaksana dengan baik sehingga membawa pengaruh dalam pengungkapan kasus mafia pajak dan hukum. Hingga satu minggu setelah instruksi itu dikeluarkan, belum ada terobosan yang dilakukan penegak hukum.
”Implementasi instruksi itu bergantung kepada dua hal. Pertama, kemauan aparat di bawah presiden untuk menuntaskannya. Kedua, kemampuan presiden untuk mengontrol bawahannya. Kedua hal itu belum terlihat sampai sekarang,” kata Zainal Arifin Mochtar, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, di Jakarta, Minggu (23/1).
Menurut Zainal, kasus Gayus dilokalisasi. Polri dan Kejaksaan masih belum mau membuka dugaan keterlibatan atasan Gayus, perwira Polri dan Kejaksaan, serta perusahaan yang diduga menyuap Gayus. Kesaksian Gayus di pengadilan juga tak ditindaklanjuti.
Zainal mengingatkan, instruksi presiden (inpres) yang tak berdampak terhadap penyelesaian kasus ini justru akan memperburuk citra pemerintah dalam memberantas korupsi. Publik akan bertanya-tanya apakah inpres itu dilakukan dengan sungguh-sungguh atau hanya demi pencitraan.
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho menduga, inpres itu tak implementatif. Prasyarat untuk pelaksanaan inpres itu pun belum disiapkan.
Dia menyebutkan, poin kedua instruksi itu, yang memerintahkan agar ada sinergi di antara para penegak hukum, kenyataannya sulit terjadi. Hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, dan Kejaksaan hanya harmonis di depan publik.
Emerson mengatakan, perkara mafia pajak dan hukum di belakang Gayus tak akan selesai sepanjang Polri dan Kejaksaan tidak steril. Senin ini menjadi saat pembuktian pelaksanaan inpres itu, terutama terkait penegakan hukum pada aparat yang diduga terlibat kasus Gayus.
Pesimistis
Secara terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Trimedya Panjaitan ragu pemerintah punya kehendak kuat untuk menuntaskan kasus mafia pajak. Penyelesaian kasus ini diduga sengaja diambangkan dengan berbagai tujuan, seperti untuk menutupi kasus lain atau untuk kepentingan politik tertentu.
Dugaan ini muncul, menurut Trimedya, karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak menyerahkan kasus mafia pajak terkait Gayus kepada KPK. Padahal, di tengah berbagai kelemahan KPK, hingga saat ini hanya lembaga itu yang dipercaya publik untuk mengusut kasus tersebut.
Di sisi lain, anggota Panitia Kerja Pemberantasan Mafia Hukum dan Mafia Pajak Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, mendapatkan serangan karena dilaporkan belum membayar pajak perorangan tahun 2007, 2008, dan 2009. Laporan itu disebarkan ke sejumlah media massa dan pimpinan lembaga negara. Namun, Bambang menegaskan, ia sudah membayar kewajibannya.
Jakarta, Kompas - Dua belas instruksi presiden soal penuntasan kasus terkait mantan pegawai pajak Gayus HP Tambunan tampak belum terlaksana dengan baik sehingga membawa pengaruh dalam pengungkapan kasus mafia pajak dan hukum. Hingga satu minggu setelah instruksi itu dikeluarkan, belum ada terobosan yang dilakukan penegak hukum.
”Implementasi instruksi itu bergantung kepada dua hal. Pertama, kemauan aparat di bawah presiden untuk menuntaskannya. Kedua, kemampuan presiden untuk mengontrol bawahannya. Kedua hal itu belum terlihat sampai sekarang,” kata Zainal Arifin Mochtar, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, di Jakarta, Minggu (23/1).
Menurut Zainal, kasus Gayus dilokalisasi. Polri dan Kejaksaan masih belum mau membuka dugaan keterlibatan atasan Gayus, perwira Polri dan Kejaksaan, serta perusahaan yang diduga menyuap Gayus. Kesaksian Gayus di pengadilan juga tak ditindaklanjuti.
Zainal mengingatkan, instruksi presiden (inpres) yang tak berdampak terhadap penyelesaian kasus ini justru akan memperburuk citra pemerintah dalam memberantas korupsi. Publik akan bertanya-tanya apakah inpres itu dilakukan dengan sungguh-sungguh atau hanya demi pencitraan.
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho menduga, inpres itu tak implementatif. Prasyarat untuk pelaksanaan inpres itu pun belum disiapkan.
Dia menyebutkan, poin kedua instruksi itu, yang memerintahkan agar ada sinergi di antara para penegak hukum, kenyataannya sulit terjadi. Hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, dan Kejaksaan hanya harmonis di depan publik.
Emerson mengatakan, perkara mafia pajak dan hukum di belakang Gayus tak akan selesai sepanjang Polri dan Kejaksaan tidak steril. Senin ini menjadi saat pembuktian pelaksanaan inpres itu, terutama terkait penegakan hukum pada aparat yang diduga terlibat kasus Gayus.
Pesimistis
Secara terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Trimedya Panjaitan ragu pemerintah punya kehendak kuat untuk menuntaskan kasus mafia pajak. Penyelesaian kasus ini diduga sengaja diambangkan dengan berbagai tujuan, seperti untuk menutupi kasus lain atau untuk kepentingan politik tertentu.
Dugaan ini muncul, menurut Trimedya, karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak menyerahkan kasus mafia pajak terkait Gayus kepada KPK. Padahal, di tengah berbagai kelemahan KPK, hingga saat ini hanya lembaga itu yang dipercaya publik untuk mengusut kasus tersebut.
Di sisi lain, anggota Panitia Kerja Pemberantasan Mafia Hukum dan Mafia Pajak Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, mendapatkan serangan karena dilaporkan belum membayar pajak perorangan tahun 2007, 2008, dan 2009. Laporan itu disebarkan ke sejumlah media massa dan pimpinan lembaga negara. Namun, Bambang menegaskan, ia sudah membayar kewajibannya.
Cheap Consultant: Cheap Consultant: Menkop Minta Keringanan Pajak Ko...
Cheap Consultant: Cheap Consultant: Menkop Minta Keringanan Pajak Ko...: "Cheap Consultant: Menkop Minta Keringanan Pajak Koperasi dan UKM: 'Koran Jakarta, 18 Januari 2011 JAKARTA – Untuk mengurangi dampak dari ren..."
Saturday, 22 January 2011
Fuad Rahmany Jadi Dirjen Pajak Baru
Detik Finance.com , 21 Januari 2011
Jakarta - Menteri Keuangan Agus Martowardojo melantik Fuad Rahmany sebagai Dirjen Pajak baru menggantikan M. Tjiptardjo. Fuad sebelumnya menjabat sebagai Kepala Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK).
Demikian isi daftar hadir acara pelantikan pejabat eselon I dan II Kementerian Keuangan yang dilakukan di kantor Kementerian Keuangan, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Jumat (21/1/2011).
Selain Fuad, tercatat ada 10 pejabat eselon I lain yang akan dilantik, dan 8 pejabat eselon II.
Daftar pejabat eselon I Kementerian Keuangan yang akan dilantik adalah:
Dirjen Anggaran: Herry Purnomo
Dirjen Perimbangan Keuangan: Marwanto
Dirjen Perbendaharaan: Agus Suprijanto
Inspektur Jenderal: Sonny Loho
Kepala Badan Pendidikan Pelatihan Keuangan: Kamil Sjoeib
Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara: Robert Pakpahan
Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara: Kiagus Ahmad Badarudin
Staf Ahli Bidang Kebijakan Regulasi Data Keuangan Pasar Modal: Nurhaida
Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF): Bambang Brodjonegoro
Plt Staf Ahli Bidang Organisasi Birokrasi dan Teknologi Informasi: Rionald Silaban
Dirjen Pajak: Ahmad Fuad Rahmany
Jakarta - Menteri Keuangan Agus Martowardojo melantik Fuad Rahmany sebagai Dirjen Pajak baru menggantikan M. Tjiptardjo. Fuad sebelumnya menjabat sebagai Kepala Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK).
Demikian isi daftar hadir acara pelantikan pejabat eselon I dan II Kementerian Keuangan yang dilakukan di kantor Kementerian Keuangan, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Jumat (21/1/2011).
Selain Fuad, tercatat ada 10 pejabat eselon I lain yang akan dilantik, dan 8 pejabat eselon II.
Daftar pejabat eselon I Kementerian Keuangan yang akan dilantik adalah:
Dirjen Anggaran: Herry Purnomo
Dirjen Perimbangan Keuangan: Marwanto
Dirjen Perbendaharaan: Agus Suprijanto
Inspektur Jenderal: Sonny Loho
Kepala Badan Pendidikan Pelatihan Keuangan: Kamil Sjoeib
Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara: Robert Pakpahan
Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara: Kiagus Ahmad Badarudin
Staf Ahli Bidang Kebijakan Regulasi Data Keuangan Pasar Modal: Nurhaida
Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF): Bambang Brodjonegoro
Plt Staf Ahli Bidang Organisasi Birokrasi dan Teknologi Informasi: Rionald Silaban
Dirjen Pajak: Ahmad Fuad Rahmany
Wednesday, 19 January 2011
Komwas Perpajakan Diminta Fokus
Koran Jakarta, 19 Januari 2011
JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR mempermasalahkan pengawasan yang dilakukan oleh Komite Pengawas Perpajakan (Komwas Perpajakan) terhadap Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat Komisi XI DPR dengan Komwas Perpajakan di Jakarta, Selasa (18/1). Anggota yang mempermasalahkan hal itu, antara lain Melchias Markus Mekeng dari Fraksi Golkar dan Laurens Bahang Dama dari Fraksi PAN. “Komwas Perpajakan tidak punya kewenangan masuk ke ranah Bea dan Cukai,” kata Melchias.
Disebutkan, dasar pembentukan Komwas Perpajakan adalah UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Melchias yang juga mantan Ketua Pansus Perpajakan itu mengaku pihaknya sebenarnya menginginkan agar Komwas Perpajakan bersifat independen, tidak berada di bawah Menteri Keuangan. “Namun ketika itu Menkeu menginginkan tetap di bawahnya dan akan diisi oleh orangorang yang independen,” katanya.
Sementara itu, Laurens Bahang Dama mengatakan Komwas Perpajakan sebaiknya fokus kepada masalah perpajakan. Hal itu untuk membuat lembaga tersebut konsentrasi pada satu hal agar hasilnya lebih efektif. Sejumlah anggota Komisi XI DPR mengusulkan perlunya amandemen terhadap UU tentang KUP terkait dengan independensi Komwas Perpajakan. Usulan itu, antara lain, dilontarkan oleh Kamaruddin Syam, Edison Betaubun, Sadar Subagyo.
Bahkan, anggota Fraksi Demokrat Andi Rahmat juga mengusulkan amendemen UU KUP. “Kita tidak bisa berharap banyak dari komite ini selama berada di bawah Menkeu. Ini tidak lain adalah Irjen Kemenkeu. UU harus diamendemen sehingga independen,” kata Edison. “Kalau perlu langsung bertanggung jawab kepada Presiden,” kata Sadar Subagyo.
Andi Rahmat juga mengatakan perlunya amandemen terhadap UU tentang KUP dalam rangka membentuk Komwas Perpajakan yang independen. Sementara itu, anggota Komwas Perpajakan, Sidharta Utama mengatakan kalau ada penyimpangan yang ditenggarai penyalahgunaan jabatan, biasanya diserahkan ke bagian investigasi Irjen Kementeian Keuangan dan Dirjen Pajak.
“Setelah itu, kami menunggu responsdari masing-masing instansi. Kalau mereka tidak merespons kami akan mengingatkan mereka,” katanya.
JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR mempermasalahkan pengawasan yang dilakukan oleh Komite Pengawas Perpajakan (Komwas Perpajakan) terhadap Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat Komisi XI DPR dengan Komwas Perpajakan di Jakarta, Selasa (18/1). Anggota yang mempermasalahkan hal itu, antara lain Melchias Markus Mekeng dari Fraksi Golkar dan Laurens Bahang Dama dari Fraksi PAN. “Komwas Perpajakan tidak punya kewenangan masuk ke ranah Bea dan Cukai,” kata Melchias.
Disebutkan, dasar pembentukan Komwas Perpajakan adalah UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Melchias yang juga mantan Ketua Pansus Perpajakan itu mengaku pihaknya sebenarnya menginginkan agar Komwas Perpajakan bersifat independen, tidak berada di bawah Menteri Keuangan. “Namun ketika itu Menkeu menginginkan tetap di bawahnya dan akan diisi oleh orangorang yang independen,” katanya.
Sementara itu, Laurens Bahang Dama mengatakan Komwas Perpajakan sebaiknya fokus kepada masalah perpajakan. Hal itu untuk membuat lembaga tersebut konsentrasi pada satu hal agar hasilnya lebih efektif. Sejumlah anggota Komisi XI DPR mengusulkan perlunya amandemen terhadap UU tentang KUP terkait dengan independensi Komwas Perpajakan. Usulan itu, antara lain, dilontarkan oleh Kamaruddin Syam, Edison Betaubun, Sadar Subagyo.
Bahkan, anggota Fraksi Demokrat Andi Rahmat juga mengusulkan amendemen UU KUP. “Kita tidak bisa berharap banyak dari komite ini selama berada di bawah Menkeu. Ini tidak lain adalah Irjen Kemenkeu. UU harus diamendemen sehingga independen,” kata Edison. “Kalau perlu langsung bertanggung jawab kepada Presiden,” kata Sadar Subagyo.
Andi Rahmat juga mengatakan perlunya amandemen terhadap UU tentang KUP dalam rangka membentuk Komwas Perpajakan yang independen. Sementara itu, anggota Komwas Perpajakan, Sidharta Utama mengatakan kalau ada penyimpangan yang ditenggarai penyalahgunaan jabatan, biasanya diserahkan ke bagian investigasi Irjen Kementeian Keuangan dan Dirjen Pajak.
“Setelah itu, kami menunggu responsdari masing-masing instansi. Kalau mereka tidak merespons kami akan mengingatkan mereka,” katanya.
Cheap Consultant: Menkop Minta Keringanan Pajak Koperasi dan UKM
Cheap Consultant: Menkop Minta Keringanan Pajak Koperasi dan UKM: "Koran Jakarta, 18 Januari 2011 JAKARTA – Untuk mengurangi dampak dari rencana pembatasan BBM bersubsidi, Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddi..."
Menkop Minta Keringanan Pajak Koperasi dan UKM
Koran Jakarta, 18 Januari 2011
JAKARTA – Untuk mengurangi dampak dari rencana pembatasan BBM bersubsidi, Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan mengusulkan agar pajak penghasilan (PPH) dan pajak pertambahan nilai (PPn) bagi koperasi dan UKM (KUKM) dihapus. “Saya telah mengusulkan kepada Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan agar PPh dan PPn bagi koperasi dan UKM dibebaskan agar dampak pembatasan BBM bersubsidi bisa ditekan terhadap sektor ini,” kata Sjarifuddin di Jakarta, Senin (17/1).
Ia mengatakan rencana pemberlakuan program pembatasan BBM bersubsidi merupakan salah satu faktor yang harus diantisipasi meskipun perlu didukung karena menyangkut perbaikan penggunaan subsidi yang tidak tepat. Sjarifuddin mengakui pembatasan penggunaan BBM bersibsidi akan berdampak terhadap sektor KUKM. “Bahwa ini akan berdampak, iya, tetapi pemerintah akan mengantisipasi dengan langkah yang tepat,” katanya.
Menteri mencontohkan pihaknya sedang mengusulkan memberikan proteksi terhadap KUKM, di antaranya sisa hasil usaha (SHU) koperasi pada batasan tertentu dibebaskan dari PPh, sedangkan pada UMKM, khususnya pelaku usaha mikro, diusulkan agar dibebaskan dari PPn termasuk pelaku usaha warteg (warung tegal). Menurut dia, harus dikaji kembali ranah yang bebas dipungut pajak dan ranah yang perlu diberi insentif untuk menekan dampak pembatasan BBM subsidi.
Bahkan, Sjarifuddin Hasan, sebelumnya, menilai warteg belum ideal dijadikan sebagai objek pajak (retribusi). ”Saya kira masih ada pelaku usaha lain yang lebih ideal dijadikan objek pajak ketimbang pengelola warteg sederhana,” ujarnya. Saat ini, Kementerian Koperasi dan UKM tengah gencar melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas pelaku UMK. “Momentum itu jangan sampai mengendurkan semangat pengelola warteg karena dibebani pajak sekitar 10 persen.”
JAKARTA – Untuk mengurangi dampak dari rencana pembatasan BBM bersubsidi, Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan mengusulkan agar pajak penghasilan (PPH) dan pajak pertambahan nilai (PPn) bagi koperasi dan UKM (KUKM) dihapus. “Saya telah mengusulkan kepada Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan agar PPh dan PPn bagi koperasi dan UKM dibebaskan agar dampak pembatasan BBM bersubsidi bisa ditekan terhadap sektor ini,” kata Sjarifuddin di Jakarta, Senin (17/1).
Ia mengatakan rencana pemberlakuan program pembatasan BBM bersubsidi merupakan salah satu faktor yang harus diantisipasi meskipun perlu didukung karena menyangkut perbaikan penggunaan subsidi yang tidak tepat. Sjarifuddin mengakui pembatasan penggunaan BBM bersibsidi akan berdampak terhadap sektor KUKM. “Bahwa ini akan berdampak, iya, tetapi pemerintah akan mengantisipasi dengan langkah yang tepat,” katanya.
Menteri mencontohkan pihaknya sedang mengusulkan memberikan proteksi terhadap KUKM, di antaranya sisa hasil usaha (SHU) koperasi pada batasan tertentu dibebaskan dari PPh, sedangkan pada UMKM, khususnya pelaku usaha mikro, diusulkan agar dibebaskan dari PPn termasuk pelaku usaha warteg (warung tegal). Menurut dia, harus dikaji kembali ranah yang bebas dipungut pajak dan ranah yang perlu diberi insentif untuk menekan dampak pembatasan BBM subsidi.
Bahkan, Sjarifuddin Hasan, sebelumnya, menilai warteg belum ideal dijadikan sebagai objek pajak (retribusi). ”Saya kira masih ada pelaku usaha lain yang lebih ideal dijadikan objek pajak ketimbang pengelola warteg sederhana,” ujarnya. Saat ini, Kementerian Koperasi dan UKM tengah gencar melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas pelaku UMK. “Momentum itu jangan sampai mengendurkan semangat pengelola warteg karena dibebani pajak sekitar 10 persen.”
"Teman" Istimewa WP Besar Dibidik
Harian Kompas, 18 Januari 2011
Jakarta, Kompas - Direktorat Jenderal Pajak membidik pihak-pihak yang menjalin hubungan istimewa dengan wajib pajak badan atau perusahaan pembayar pajak terbesar pada 2011.
Program yang diberi nama ”Feeding” atau mengumpan ini menjadi prosedur utama yang akan digunakan untuk mengejar target penerimaan pajak tahun 2011 sebesar Rp 764,487 triliun.
”Target yang dibebankan kepada Ditjen Pajak tidak turun. Atas dasar itu, kami akan tetap mempertajam program ektensifikasi dan intensifikasi. Salah satunya adalah dengan menggelar program Feeding ini, ungkap Direktur Kepatuhan, Potensi, dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak Sumihar Petrus Tambunan di Jakarta, Senin (17/1).
Menurut Sumihar, dalam program Feeding ini ada sekitar 1.000 wajib pajak badan atau perusahaan besar yang akan menjadi umpan bagi wajib pajak lain yang selama ini terkait erat dalam urusan bisnis wajib pajak besar tersebut.
Tidak hanya itu, dalam program Feeding tersebut, Ditjen Pajak juga akan membidik pihak-pihak lain yang tidak memiliki hubungan bisnis dengan wajib pajak besar, tetapi memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan umpannya itu.
Tidak menggali informasi
Sebelumnya, Ditjen Pajak sudah menjalankan program sejenis, tetapi tidak menggali informasi aliran dana dari dan ke pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa.
Oleh karena itu, program Feeding baru diterapkan tahun 2011 dan diharapkan akan ampuh dalam menghimpun penerimaan pajak lebih besar lagi.
”Dari program Feeding ini akan diketahui wajib-wajib pajak yang sebelumnya tersembunyi dan belum diketahui, atau akan diketahui kewajiban pajak yang belum dipenuhi oleh perusahaan pemasok, misalnya. Kami akan mengetahui wajib pajak yang tidak mengisi SPT (surat pemberitahuan) pajak secara keliru,” kata Sumihar.
Saat ini, ada 331 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di seluruh Indonesia. Mereka diwajibkan membuat profil 1.000 wajib pajak yang membayar terbesar di setiap wilayah kerjanya.
Namun, dari seluruh Indonesia, hanya ada satu KPP Wajib Pajak Besar Badan atau Large Taxpayer Office (LTO) yang menampung tidak lebih dari 1.000 wajib pajak badan pembayar pajak terbesar di Indonesia.
Semua wajib pajak yang dilayani di KPP LTO tersebut akan menjadi umpan dalam program Feeding ini.
Secara terpisah, pengamat pajak Ruston Tambunan mengatakan, Feeding merupakan program yang baru terdengar kali ini. Agar tidak mubazir dan dapat berjalan efektif, program ini perlu didahului survei dan analisis untuk mengidentifikasi adanya indikasi awal ketidakpatuhan pihak-pihak yang berhubungan dengan perusahaan besar itu.
Identifikasi dapat dilakukan dengan meneliti berkas SPT perusahaan besar yang menjadi umpan atau melakukan pemeriksaan pajak.
Jika kemudian ditemukan indikasi ketidakpatuhan, perlu dilakukan pemeriksaan segera atas perusahaan pemasok dan pihak yang berhubungan istimewa dengan perusahaan besar itu.
”Kalau perlu dilakukan secara serentak dalam waktu bersamaan dengan pemeriksaan pada perusahaan besar yang menjadi umpan. Ini bisa disebut pemeriksaan keterkaitan. Namun, butuh tenaga pemeriksa lebih banyak,” kata Ruston.
Jakarta, Kompas - Direktorat Jenderal Pajak membidik pihak-pihak yang menjalin hubungan istimewa dengan wajib pajak badan atau perusahaan pembayar pajak terbesar pada 2011.
Program yang diberi nama ”Feeding” atau mengumpan ini menjadi prosedur utama yang akan digunakan untuk mengejar target penerimaan pajak tahun 2011 sebesar Rp 764,487 triliun.
”Target yang dibebankan kepada Ditjen Pajak tidak turun. Atas dasar itu, kami akan tetap mempertajam program ektensifikasi dan intensifikasi. Salah satunya adalah dengan menggelar program Feeding ini, ungkap Direktur Kepatuhan, Potensi, dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak Sumihar Petrus Tambunan di Jakarta, Senin (17/1).
Menurut Sumihar, dalam program Feeding ini ada sekitar 1.000 wajib pajak badan atau perusahaan besar yang akan menjadi umpan bagi wajib pajak lain yang selama ini terkait erat dalam urusan bisnis wajib pajak besar tersebut.
Tidak hanya itu, dalam program Feeding tersebut, Ditjen Pajak juga akan membidik pihak-pihak lain yang tidak memiliki hubungan bisnis dengan wajib pajak besar, tetapi memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan umpannya itu.
Tidak menggali informasi
Sebelumnya, Ditjen Pajak sudah menjalankan program sejenis, tetapi tidak menggali informasi aliran dana dari dan ke pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa.
Oleh karena itu, program Feeding baru diterapkan tahun 2011 dan diharapkan akan ampuh dalam menghimpun penerimaan pajak lebih besar lagi.
”Dari program Feeding ini akan diketahui wajib-wajib pajak yang sebelumnya tersembunyi dan belum diketahui, atau akan diketahui kewajiban pajak yang belum dipenuhi oleh perusahaan pemasok, misalnya. Kami akan mengetahui wajib pajak yang tidak mengisi SPT (surat pemberitahuan) pajak secara keliru,” kata Sumihar.
Saat ini, ada 331 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di seluruh Indonesia. Mereka diwajibkan membuat profil 1.000 wajib pajak yang membayar terbesar di setiap wilayah kerjanya.
Namun, dari seluruh Indonesia, hanya ada satu KPP Wajib Pajak Besar Badan atau Large Taxpayer Office (LTO) yang menampung tidak lebih dari 1.000 wajib pajak badan pembayar pajak terbesar di Indonesia.
Semua wajib pajak yang dilayani di KPP LTO tersebut akan menjadi umpan dalam program Feeding ini.
Secara terpisah, pengamat pajak Ruston Tambunan mengatakan, Feeding merupakan program yang baru terdengar kali ini. Agar tidak mubazir dan dapat berjalan efektif, program ini perlu didahului survei dan analisis untuk mengidentifikasi adanya indikasi awal ketidakpatuhan pihak-pihak yang berhubungan dengan perusahaan besar itu.
Identifikasi dapat dilakukan dengan meneliti berkas SPT perusahaan besar yang menjadi umpan atau melakukan pemeriksaan pajak.
Jika kemudian ditemukan indikasi ketidakpatuhan, perlu dilakukan pemeriksaan segera atas perusahaan pemasok dan pihak yang berhubungan istimewa dengan perusahaan besar itu.
”Kalau perlu dilakukan secara serentak dalam waktu bersamaan dengan pemeriksaan pada perusahaan besar yang menjadi umpan. Ini bisa disebut pemeriksaan keterkaitan. Namun, butuh tenaga pemeriksa lebih banyak,” kata Ruston.
Monday, 17 January 2011
Cara-Cara Pengelakan Pajak
Ada enam cara pengelakan pajak yang biasa dipraktekan di mana-mana yaitu:
* Penggeseran Pajak, meliputi:
1. Penggeseran Pajak ke Depan : Penggeseran ini terjadi apabila pabrikan mentransfer beban pajaknya kapada penyalur utama, pedagag besar dan pada akhirnya konsumen. Penggeseran ini mengakibatkan kenaikan harga sebanyak pajak yang di kenakan.
2.Penggeseran Pajak ke Belakang : Penggesaran ini terjadi bila mana beban transfer dari konsumen atau pembeli melalui faktor distribusi kepada pabrikan. Jadi, pajak pertama kali di kenakan kepada konsumen atau pembeli, kemudian ia menggeser pajak tersebut kepada penyalur dengan cara pembelian setelah harga dipotong sebesar pajak yg di kenakan padanya. Demikian pula akhir penyalur menggeser beban pajak tersebut kepada pabrikan. Pajak yang di geser ke belakang mengakibatkan pemotongan harga jual.
* Kapitalisasi
Kapitalisasi pajak adalah pengurangan harga objek pajak sama dengan jumlah pajak yang akan dibayarkan kemudian oleh pembeli. Kapitalisasi ini sering terjadi jika pembeli harta tetap seperti tanah atau gedung dibebani pajak balik nama. Aagar beban ini tidak menjadi tanggungan pembeli, beban ini dialihkan kepada penjual. Dengan demikian harga beli harta menjadi berkurang. Kapitalisasi pajak ini dapat dikatakan salah satu pengalihan kebelakang.
* Transformasi
Transformsi merupakan cara pengelakan pajak yang dilakukan oleh pabrikan degan cara menanggung beban pajak yang dikenakan terhadapnya. Cara ini biasanya dilakukan oleh produsen sehingga kenaikan harga jual tidak menurunkan pangsa pasarnya. Supaya keuntungan perusahaan tidak berkurang, beban pajak yang seharusnya dapat ditransfer kepada konsumen dapat di kompensasikan dengan meningkatkan efesiensi perusahaan.
Disini pengelakan pajak bukan dengan cara menggeser beban pajak, tetapi dengan mengubah pajak (transformasi) kedalam keuntungan perusahaan yang diperoleh melalui efesiensi produksi. Dengan kata lain, meskipun pajaknya ditambahkan ke harga jual, tetapi pengaruhnya tetap sama saja meskipun pengalihan pajak tidak dilakukan.
* Tax Evasion
Cara ini merupakan cara yang ilegal yaitu cara pajak dengan cara melanggar ketentuan peraturan perpajakan. Cara ini sering di sebut penyelundupan atau penggelapan pajak.ada beberapa contoh penghindaran pajak yang telah di ketaui oleh fiskus atara lain:
1. Memperkecil penghasilan dengan cara melaporkan penghasilannya hanya sebagian saja, sedangkan bagian yang lain tidak dilaporkan.
2. Meninggikan Harha Pokok yamg akan di jual.
3. Mennggikan biaya usaha dengan cara mebuat utang fiktif, dan biaya fiktif.
4. Menggunakan penghasilan bersama-sama dengan memperkecil biaya sehingga angka laba bruto tampak tinggi. dll.
* Tax Avoidance
Adalah penghindaran pajak dengan menuruti undang-undang yang ada. Sebab itu penghindaran pajak dengan cara ini legal dan tidak perlu merasa berdosa. Karena dengan memanfaatkan celah yang ada dalam undang-undang.
* Pengecualian
Adalah pengecualian yang diberikan kepada perorangan maupun badan. Pengecualian pengenaan pajak di Indonesia di berikan berdasarkan undang-undang. Misalnya tempat ibadah, sarana pendidikan tidak dikenakan pajak, dll.
* Penggeseran Pajak, meliputi:
1. Penggeseran Pajak ke Depan : Penggeseran ini terjadi apabila pabrikan mentransfer beban pajaknya kapada penyalur utama, pedagag besar dan pada akhirnya konsumen. Penggeseran ini mengakibatkan kenaikan harga sebanyak pajak yang di kenakan.
2.Penggeseran Pajak ke Belakang : Penggesaran ini terjadi bila mana beban transfer dari konsumen atau pembeli melalui faktor distribusi kepada pabrikan. Jadi, pajak pertama kali di kenakan kepada konsumen atau pembeli, kemudian ia menggeser pajak tersebut kepada penyalur dengan cara pembelian setelah harga dipotong sebesar pajak yg di kenakan padanya. Demikian pula akhir penyalur menggeser beban pajak tersebut kepada pabrikan. Pajak yang di geser ke belakang mengakibatkan pemotongan harga jual.
* Kapitalisasi
Kapitalisasi pajak adalah pengurangan harga objek pajak sama dengan jumlah pajak yang akan dibayarkan kemudian oleh pembeli. Kapitalisasi ini sering terjadi jika pembeli harta tetap seperti tanah atau gedung dibebani pajak balik nama. Aagar beban ini tidak menjadi tanggungan pembeli, beban ini dialihkan kepada penjual. Dengan demikian harga beli harta menjadi berkurang. Kapitalisasi pajak ini dapat dikatakan salah satu pengalihan kebelakang.
* Transformasi
Transformsi merupakan cara pengelakan pajak yang dilakukan oleh pabrikan degan cara menanggung beban pajak yang dikenakan terhadapnya. Cara ini biasanya dilakukan oleh produsen sehingga kenaikan harga jual tidak menurunkan pangsa pasarnya. Supaya keuntungan perusahaan tidak berkurang, beban pajak yang seharusnya dapat ditransfer kepada konsumen dapat di kompensasikan dengan meningkatkan efesiensi perusahaan.
Disini pengelakan pajak bukan dengan cara menggeser beban pajak, tetapi dengan mengubah pajak (transformasi) kedalam keuntungan perusahaan yang diperoleh melalui efesiensi produksi. Dengan kata lain, meskipun pajaknya ditambahkan ke harga jual, tetapi pengaruhnya tetap sama saja meskipun pengalihan pajak tidak dilakukan.
* Tax Evasion
Cara ini merupakan cara yang ilegal yaitu cara pajak dengan cara melanggar ketentuan peraturan perpajakan. Cara ini sering di sebut penyelundupan atau penggelapan pajak.ada beberapa contoh penghindaran pajak yang telah di ketaui oleh fiskus atara lain:
1. Memperkecil penghasilan dengan cara melaporkan penghasilannya hanya sebagian saja, sedangkan bagian yang lain tidak dilaporkan.
2. Meninggikan Harha Pokok yamg akan di jual.
3. Mennggikan biaya usaha dengan cara mebuat utang fiktif, dan biaya fiktif.
4. Menggunakan penghasilan bersama-sama dengan memperkecil biaya sehingga angka laba bruto tampak tinggi. dll.
* Tax Avoidance
Adalah penghindaran pajak dengan menuruti undang-undang yang ada. Sebab itu penghindaran pajak dengan cara ini legal dan tidak perlu merasa berdosa. Karena dengan memanfaatkan celah yang ada dalam undang-undang.
* Pengecualian
Adalah pengecualian yang diberikan kepada perorangan maupun badan. Pengecualian pengenaan pajak di Indonesia di berikan berdasarkan undang-undang. Misalnya tempat ibadah, sarana pendidikan tidak dikenakan pajak, dll.
Besar Pajak daripada Kesiapan
Koran Jakarta, 17 Januari 2011
Penerapan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD) yang berlaku efektif mulai 1 Januari 2011 menjadi persoalan baru bagi industri properti. UU yang disahkan DPR pada18 Agustus 2009 ini memberikan wewenang penuh kepada daerah untuk memungut dan menetapkan tarif pajak maupun retribusi tertentu. Kewenangan itu termasuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Realestat Indonesia (REI) Adri Istambul Lingga Gayo mengatakan saat ini hanya DKI Jakarta dan Surabaya yang sudah memiliki peraturan daerah (perda) tentang pajak dan retribusi daerah. Sedangkan daerah lain belum memiliki aturan jelas mengenai tarif dan prosedur pemungutan BPHTB dan PBB yang telah dilimpahkan pemerintah pusat sejak awal tahun lalu. Adri mempertanyakan rendahnya kesiapan daerah, sehingga membingungkan pengembang dan konsumen.
“Kalau belum ada perdanya, acuan pemungutan BPHTB yang dipakai apa? Kami mempertanyakan ketidaksiapan daerah,” ungkapnya, Jumat (14/1). Sebelumnya, Ketua Umum DPP REI Setyo Maharso mengungkapkan banyaknya daerah yang belum memiliki perda tentang pajak dan retribusi daerah sungguh menyulitkan. Tapi di satu sisi pengembang tetap harus memungut BPHTB dari konsumen yang membeli rumah agar tetap sesuai aturan main. Langkah itu diambil agar konsumen tidak makin bingung jika di kemudian hari dipungut BPHTB. “Kita pungut sesuai standar yang sudah ada. Itu agar tetap sesuai prosedur.
Yang penting konsumen sudah dikenakan BPHTB, sehingga nanti tidak perlu pusing lagi, daripada setelah dihuni justru didatangi untuk dipungut BPHTB-nya,” jelasnya. Ketua Kehormatan DPP REI Teguh Satria mengungkapkan sekarang banyak daerah menetapkan batas properti tidak terkena BPHTB begitu rendah, sehingga rumah sejahtera tapak yang notabene adalah rumah bersubsidi pun terkena BPHTB. Karena itu, dia meminta agar atasan rumah yang dikenakan BPHTB diseragamkan saja di seluruh Indonesia.
“Persoalan ini perlu menjadi perhatian pemerintah pusat, sehingga tidak membuat pengembang bingung. Daerah dengan kewenangan penuh kini bisa sesuka hati menetapkan aturan PBB dan BPHTB karena keduanya dianggap sebagai sumber pendapatan asli daerah,” paparnya, Jumat. Teguh juga mengingatkan selama ini di lapangan BPHTB dikenakan dua kali kepada pengembang, yakni pertama saat membebaskan tanah dan kedua ketika menjual tanah itu kepada konsumen berikut bangunan.
REI sudah berulang kali meminta agar BPHTB untuk proyek properti hanya dikenakan di ujung saja saat tanah dan bangunan dijual kepada konsumen. Dia meminta pemerintah memberikan perhatian terkait pemungutan pajak berlapis ini, sehingga industri properti dapat bergulir lebih cepat, mengingat ada ratusan usaha di sektor riil yang akan bergerak jika bisnis properti berkembang pesat. Di daerah, ketidakseragaman batas objek yang dikenakan BPHTB diakui Ketua DPD REI Sulawesi Selatan Jamaluddin Jafar.
Dia menjabarkan Makassar menerapkan batas harga sekitar 25 juta rupiah, di Maros sekitar 15 juta rupiah, sementara di Pangkep sekitar 10 juta rupiah. Batasan itu membebani pengembang rumah sejahtera tapak yang berdasarkan ketentuan pemerintah dapat dijual sekitar 55 juta rupiah. Jamal setuju jika acuan objek yang dikenakan BPHTB diseragamkan secara nasional dengan mempertimbangan harga jual maksimal rumah sejahtera tapak. “Kami minta BPHTB untuk rumah bersubsidi dibebaskan saja secara nasional.
Bila dikenakan BPHTB, maka biaya produksi rumah bersubsidi membengkak, sehingga harga jualnya dikhawatirkan melebihi ketentuan dan itu memberatkan konsumen,” kata Jamaluddin ketika dihubungi, Jumat. Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa menyatakan telah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri agar pemda memberikan keringanan untuk membebaskan rumah sejahtera tapak dari ketentuan BPHTB.
Dia juga mengimbau daerah agar membuat peraturan daerah (perda) tentang pajak dan retribusi sehingga dapat menjadi acuan bagi masyarakat dan pengembang. “Saya meminta semua daerah membuat peraturan daerah sehingga tidak timbul kesan pungutan itu dilakukan tanpa acuan jelas,” ungkapnya, Kamis (13/1). Wewenang Pemungutan Selain soal banyaknya daerah yang belum memiliki payung hukum pelimpahan wewenang pemungutan BPHTB dan PBB dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, juga menyisakan persoalan lain.
Besarnya wewenang menyebabkan tarif PBB setiap tahun terus merangkak naik. Kenaikan rutin itu menjadi masalah besar karena kenaikan bisa mencapai 2-3 kali lipat per tahun. Selain itu, tanah merupakan persediaan bahan baku (inventory) bagi perusahaan properti. Lebih-lebih banyak kasus penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) sering tidak jelas. Setyo Maharso menyebutkan NJOP di satu daerah bisa naik secara berkala, tetapi di wilayah lain kenaikan dilakukan secara sporadis.
Akibatnya, NJOP tanah dan bangunan di wilayah tertentu bisa jauh lebih tinggi dibanding harga pasar atau sebaliknya. Pemerintah seharusnya menetapkan acuan harga tanah di jalan besar lebih mahal daripada tanah yang dekat jalan kecil. Tapi ini tidak, pemerintah daerah menetapkan harga itu secara pukul rata. “Seharusnya tanah yang menjadi bahan baku pengembang diberlakukan NJOP yang berbeda.
Tanah di bagian depan yang dekat jalan besar wajar lebih mahal, namun jangan disamakan dengan tanah di bagian tengah dan belakang. Demikian juga BPHTB-nya, seharusnya berbeda,” tandasnya. REI, ungkap Maharso, akan memperjuangkan agar persoalan pajak dan retribusi daerah yang menganjal industri properti itu dapat dituntaskan, sehingga industri properti yang tengah menuju booming dapat lebih optimal menggerakkan perekonomian nasional.
Dia menjelaskan pajak dan bea adalah masalah yang kerap memusingkan pengembang selain perizinan. Pengembang dibebani pajak sejak proses pembebasan lahan sampai penjualan. Karena itu, tak jarang, harga rumah cukup tinggi karena besarnya beban pajak yang ditanggung pengembang.
Penerapan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD) yang berlaku efektif mulai 1 Januari 2011 menjadi persoalan baru bagi industri properti. UU yang disahkan DPR pada18 Agustus 2009 ini memberikan wewenang penuh kepada daerah untuk memungut dan menetapkan tarif pajak maupun retribusi tertentu. Kewenangan itu termasuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Realestat Indonesia (REI) Adri Istambul Lingga Gayo mengatakan saat ini hanya DKI Jakarta dan Surabaya yang sudah memiliki peraturan daerah (perda) tentang pajak dan retribusi daerah. Sedangkan daerah lain belum memiliki aturan jelas mengenai tarif dan prosedur pemungutan BPHTB dan PBB yang telah dilimpahkan pemerintah pusat sejak awal tahun lalu. Adri mempertanyakan rendahnya kesiapan daerah, sehingga membingungkan pengembang dan konsumen.
“Kalau belum ada perdanya, acuan pemungutan BPHTB yang dipakai apa? Kami mempertanyakan ketidaksiapan daerah,” ungkapnya, Jumat (14/1). Sebelumnya, Ketua Umum DPP REI Setyo Maharso mengungkapkan banyaknya daerah yang belum memiliki perda tentang pajak dan retribusi daerah sungguh menyulitkan. Tapi di satu sisi pengembang tetap harus memungut BPHTB dari konsumen yang membeli rumah agar tetap sesuai aturan main. Langkah itu diambil agar konsumen tidak makin bingung jika di kemudian hari dipungut BPHTB. “Kita pungut sesuai standar yang sudah ada. Itu agar tetap sesuai prosedur.
Yang penting konsumen sudah dikenakan BPHTB, sehingga nanti tidak perlu pusing lagi, daripada setelah dihuni justru didatangi untuk dipungut BPHTB-nya,” jelasnya. Ketua Kehormatan DPP REI Teguh Satria mengungkapkan sekarang banyak daerah menetapkan batas properti tidak terkena BPHTB begitu rendah, sehingga rumah sejahtera tapak yang notabene adalah rumah bersubsidi pun terkena BPHTB. Karena itu, dia meminta agar atasan rumah yang dikenakan BPHTB diseragamkan saja di seluruh Indonesia.
“Persoalan ini perlu menjadi perhatian pemerintah pusat, sehingga tidak membuat pengembang bingung. Daerah dengan kewenangan penuh kini bisa sesuka hati menetapkan aturan PBB dan BPHTB karena keduanya dianggap sebagai sumber pendapatan asli daerah,” paparnya, Jumat. Teguh juga mengingatkan selama ini di lapangan BPHTB dikenakan dua kali kepada pengembang, yakni pertama saat membebaskan tanah dan kedua ketika menjual tanah itu kepada konsumen berikut bangunan.
REI sudah berulang kali meminta agar BPHTB untuk proyek properti hanya dikenakan di ujung saja saat tanah dan bangunan dijual kepada konsumen. Dia meminta pemerintah memberikan perhatian terkait pemungutan pajak berlapis ini, sehingga industri properti dapat bergulir lebih cepat, mengingat ada ratusan usaha di sektor riil yang akan bergerak jika bisnis properti berkembang pesat. Di daerah, ketidakseragaman batas objek yang dikenakan BPHTB diakui Ketua DPD REI Sulawesi Selatan Jamaluddin Jafar.
Dia menjabarkan Makassar menerapkan batas harga sekitar 25 juta rupiah, di Maros sekitar 15 juta rupiah, sementara di Pangkep sekitar 10 juta rupiah. Batasan itu membebani pengembang rumah sejahtera tapak yang berdasarkan ketentuan pemerintah dapat dijual sekitar 55 juta rupiah. Jamal setuju jika acuan objek yang dikenakan BPHTB diseragamkan secara nasional dengan mempertimbangan harga jual maksimal rumah sejahtera tapak. “Kami minta BPHTB untuk rumah bersubsidi dibebaskan saja secara nasional.
Bila dikenakan BPHTB, maka biaya produksi rumah bersubsidi membengkak, sehingga harga jualnya dikhawatirkan melebihi ketentuan dan itu memberatkan konsumen,” kata Jamaluddin ketika dihubungi, Jumat. Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa menyatakan telah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri agar pemda memberikan keringanan untuk membebaskan rumah sejahtera tapak dari ketentuan BPHTB.
Dia juga mengimbau daerah agar membuat peraturan daerah (perda) tentang pajak dan retribusi sehingga dapat menjadi acuan bagi masyarakat dan pengembang. “Saya meminta semua daerah membuat peraturan daerah sehingga tidak timbul kesan pungutan itu dilakukan tanpa acuan jelas,” ungkapnya, Kamis (13/1). Wewenang Pemungutan Selain soal banyaknya daerah yang belum memiliki payung hukum pelimpahan wewenang pemungutan BPHTB dan PBB dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, juga menyisakan persoalan lain.
Besarnya wewenang menyebabkan tarif PBB setiap tahun terus merangkak naik. Kenaikan rutin itu menjadi masalah besar karena kenaikan bisa mencapai 2-3 kali lipat per tahun. Selain itu, tanah merupakan persediaan bahan baku (inventory) bagi perusahaan properti. Lebih-lebih banyak kasus penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) sering tidak jelas. Setyo Maharso menyebutkan NJOP di satu daerah bisa naik secara berkala, tetapi di wilayah lain kenaikan dilakukan secara sporadis.
Akibatnya, NJOP tanah dan bangunan di wilayah tertentu bisa jauh lebih tinggi dibanding harga pasar atau sebaliknya. Pemerintah seharusnya menetapkan acuan harga tanah di jalan besar lebih mahal daripada tanah yang dekat jalan kecil. Tapi ini tidak, pemerintah daerah menetapkan harga itu secara pukul rata. “Seharusnya tanah yang menjadi bahan baku pengembang diberlakukan NJOP yang berbeda.
Tanah di bagian depan yang dekat jalan besar wajar lebih mahal, namun jangan disamakan dengan tanah di bagian tengah dan belakang. Demikian juga BPHTB-nya, seharusnya berbeda,” tandasnya. REI, ungkap Maharso, akan memperjuangkan agar persoalan pajak dan retribusi daerah yang menganjal industri properti itu dapat dituntaskan, sehingga industri properti yang tengah menuju booming dapat lebih optimal menggerakkan perekonomian nasional.
Dia menjelaskan pajak dan bea adalah masalah yang kerap memusingkan pengembang selain perizinan. Pengembang dibebani pajak sejak proses pembebasan lahan sampai penjualan. Karena itu, tak jarang, harga rumah cukup tinggi karena besarnya beban pajak yang ditanggung pengembang.
Dua Kantor Pajak Drive Through akan Dibuka
mediaindonesia.com, 17 Januari 2011
JAKARTA--MICOM: Guna pencapaian target pajak daerah 2011, Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI terus berupaya meningkatkan pelayanan pajak. Hal itu terbukti dengan tercapainya pendapatan pajak daerah 2010 melampui target mencapai sebesar Rp11,65 triliun (sekitar 110%) dari target awal total Rp10,08 triliun.
Untuk melanjutkan kesuksesan tersebut, DPP DKI akan terus melakukan pendekatan pelayanan pajak kepada wajib pajak (WP). Salah satunya, pada akhir Januari 2011 akan membangun dua kantor pajak Drive Through untuk melayani Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Timur.
Kantor pajak Drive Through itu akan dibangun di kantor Samsat Jakarta Timur di Jln DI Panjaitan dan kantor Samsat Jakarta Utara di Jl Gunung Sahari.
"Pada akhir bulan Januari ini, kami akan resmikan dua drive through lagi di Jakarta Utara dan Jakarta Timur. Tepatnya di Kantor Samsat Jakarta Utara dan Samsat Jakarta Timur untuk melayani dua pajak utama DKI, yaitu PKB dan BBNKB," kata Iwan Setiawandi, Kepala DPP DKI, di Jakarta, Sabtu (15/1).
Upaya ini dilakukan untuk mencapai target pendapatan pajak daerah yang ditetapkan dalam APBD DKI 2011 sebesar Rp11,5 triliun. Dengan begitu, WP tidak perlu datang lagi ke kantor pelayanan pajak untuk membayarkan PKB dan BBNKB. Namun, pada saat melakukan perpanjangan Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) dapat langsung mendatangi kantor samsat di wilayahnya masing-masing.
Menurut Iwan, pihaknya juga berupaya meningkatkan pencapaian pendapatan pajak daerah. "Paling tidak ada tujuh langkah yang akan kami lakukan tahun ini untuk meningkatkan pajak daerah, minimal kita bisa mencapai 100 persen dari target," ujarnya.
Ketujuh langkah itu, kata Iwan, di antaranya restrukturisasi organisasi DPP guna peningkatan kualitas dan kinerja sumber daya manusia (SDM), pemanfaatan landasan hukum seperti penerapan peraturan daerah (perda) baru terkait pajak daerah, intensifikasi fasilitas pelayanan pajak, dan pelaksanaan penegakan hukum.
"Yang paling prioritas memperbaiki sistem layanan kepada wajib pajak. Karena pada dasarnya pelayanan yang baik akan mendorong tingkat kepatuhan wajib pajak membayar pajaknya. Kemudian peningkatan koordinasi dengan stakeholder dalam memperluas layanan pajak," ujarnya.
Selain itu, lanjut Iwan, pihaknya akan melanjutkan pembangunan gerai-gerai pajak di mal atau pusat perbelanjaan yang akan melayani pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak parkir, serta pajak pengambilan maupun pemanfaatan air bawah tanah.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Sukri Bey menyatakan pendekatan pelayanan pajak kepada wajib pajak memudahkan mereka untuk membayar pajak untuk berbagai jenis pajak dalam satu kantor pelayanan pajak. Terbukti, memasuki minggu kedua Januari 2011, jumlah pendapatan pajak daerah telah tercapai Rp3,41 miliar, di antaranya Rp3,2 miliiar dari pendapatan pajak hotel.
JAKARTA--MICOM: Guna pencapaian target pajak daerah 2011, Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI terus berupaya meningkatkan pelayanan pajak. Hal itu terbukti dengan tercapainya pendapatan pajak daerah 2010 melampui target mencapai sebesar Rp11,65 triliun (sekitar 110%) dari target awal total Rp10,08 triliun.
Untuk melanjutkan kesuksesan tersebut, DPP DKI akan terus melakukan pendekatan pelayanan pajak kepada wajib pajak (WP). Salah satunya, pada akhir Januari 2011 akan membangun dua kantor pajak Drive Through untuk melayani Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Timur.
Kantor pajak Drive Through itu akan dibangun di kantor Samsat Jakarta Timur di Jln DI Panjaitan dan kantor Samsat Jakarta Utara di Jl Gunung Sahari.
"Pada akhir bulan Januari ini, kami akan resmikan dua drive through lagi di Jakarta Utara dan Jakarta Timur. Tepatnya di Kantor Samsat Jakarta Utara dan Samsat Jakarta Timur untuk melayani dua pajak utama DKI, yaitu PKB dan BBNKB," kata Iwan Setiawandi, Kepala DPP DKI, di Jakarta, Sabtu (15/1).
Upaya ini dilakukan untuk mencapai target pendapatan pajak daerah yang ditetapkan dalam APBD DKI 2011 sebesar Rp11,5 triliun. Dengan begitu, WP tidak perlu datang lagi ke kantor pelayanan pajak untuk membayarkan PKB dan BBNKB. Namun, pada saat melakukan perpanjangan Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) dapat langsung mendatangi kantor samsat di wilayahnya masing-masing.
Menurut Iwan, pihaknya juga berupaya meningkatkan pencapaian pendapatan pajak daerah. "Paling tidak ada tujuh langkah yang akan kami lakukan tahun ini untuk meningkatkan pajak daerah, minimal kita bisa mencapai 100 persen dari target," ujarnya.
Ketujuh langkah itu, kata Iwan, di antaranya restrukturisasi organisasi DPP guna peningkatan kualitas dan kinerja sumber daya manusia (SDM), pemanfaatan landasan hukum seperti penerapan peraturan daerah (perda) baru terkait pajak daerah, intensifikasi fasilitas pelayanan pajak, dan pelaksanaan penegakan hukum.
"Yang paling prioritas memperbaiki sistem layanan kepada wajib pajak. Karena pada dasarnya pelayanan yang baik akan mendorong tingkat kepatuhan wajib pajak membayar pajaknya. Kemudian peningkatan koordinasi dengan stakeholder dalam memperluas layanan pajak," ujarnya.
Selain itu, lanjut Iwan, pihaknya akan melanjutkan pembangunan gerai-gerai pajak di mal atau pusat perbelanjaan yang akan melayani pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak parkir, serta pajak pengambilan maupun pemanfaatan air bawah tanah.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Sukri Bey menyatakan pendekatan pelayanan pajak kepada wajib pajak memudahkan mereka untuk membayar pajak untuk berbagai jenis pajak dalam satu kantor pelayanan pajak. Terbukti, memasuki minggu kedua Januari 2011, jumlah pendapatan pajak daerah telah tercapai Rp3,41 miliar, di antaranya Rp3,2 miliiar dari pendapatan pajak hotel.
Friday, 14 January 2011
Mafia Pajak
Koran Jakarta, 14 Januari 2011
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku akan memeriksa terdakwa mafia hukum dan mafia pajak, Gayus Holomoan Tambunan. KPK sangat membutuhkan keterangan mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu untuk membantu mengusut pihak-pihak pemberi suap kepadanya. ”Oh, jelas itu, Gayus akan diperiksa. Keterangan Gayus juga dibutuhkan untuk mengusut tuntas 149 perusahaan wajib pajak, yang disebut- sebut mengalirkan uangnya ke Gayus,” kata Ketua KPK Busyro Muqoddas di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (13/1).
Menurut Busyro, keputusan untuk memeriksa Gayus itu sudah disepakati dalam rapat pemimpin KPK. Namun, Busyro belum dapat memastikan kapan jajarannya akan memeriksa suami dari Milana Anggraeni itu. ”Itu belum bisa kita putuskan karena menunggu hasil telaah deputi penyelidikan,” kata Busyro. Selain Gayus dan 149 perusahaan wajib pajak, KPK memastikan akan memeriksa pihak-pihak dari kalangan Direktorat Jenderal Pajak yang diduga terkait kasus mafia pajak dan suap terhadap Gayus Tambunan.
KPK memastikan Gayus tak bermain sendiri dalam kejahatannya itu. ”Kasus ini kan sebenarnya ada dimensi strukturalnya. Ini yang sedang kami telisik juga. Ini memang rumit,” ungkap Busyro. Menanggapi keputusan Komisi III DPR yang telah sepakat membentuk Panitia Kerja Mafia Pajak untuk mengurai kasus Gayus Tambunan, Busryo menghargainya. “Kita appreciate, mungkin ada yang bisa kita akses, namun kami tidak akan terganggu soal panja,” kata Busyro.
Dia memastikan KPK akan tetap independen dan tidak akan terpengaruh atas hasil panja dan adanya kepentingan pihak lain. “Kami tetap independen dan silakan diawasi. Kalau di panja saya tidak tahu, di sini kita sterilkan dari kepentingan,” tuturnya. Turunkan Kepercayaan Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengaku khawatir kasus Gayus Tambunan semakin menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pajak.
“Saya khawatir masyarakat Indonesia terpengaruh. Kepercayaan kepada sistem turun,” kata Agus di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis. Menkeu mengatakan akan menindak tegas pegawai Ditjen Pajak yang berbuat nakal, seperti melakukan pemalsuan restitusi pajak. Kementerian Keuangan, ujarnya, mendukung penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum terkait kasus Gayus.
“Sudah saya ingatkan, dan saya minta Dirjen dan badan bantuan hukum (Kemenkeu) untuk betulbetul bisa merespons apa yang diharapkan (aparat penegak hukum). Kita harus serahkan data yang dibutuhkan karena kita ingin proses ini selesai,” kata Agus. Mabes Polri sudah mengantongi surat izin dari Menkeu untuk membuka data wajib pajak. Surat izin itu terkait penyidikan kasus Gayus Tambunan. ”Nanti tanya Pak Kabareskrim untuk proses itu.
Suratnya sudah diterima, sesuai proses penyidikannya nanti,” ujar Kapolri Jenderal Timur Pradopo di Kantor Menkeu, Jakarta Pusat, Kamis. Polri, pada 20 Desember 2010, mengirim surat kepada Menkeu untuk meminta izin membuka data wajib pajak terkait kasus Gayus Tambunan. Sebagai petugas pajak, Gayus menangani 146 perusahaan.
Untuk kasus mafia hukum, Gayus sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia menghadapi tuntutan 20 tahun penjara. Saat ini, Gayus tengah menunggu vonis.
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku akan memeriksa terdakwa mafia hukum dan mafia pajak, Gayus Holomoan Tambunan. KPK sangat membutuhkan keterangan mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu untuk membantu mengusut pihak-pihak pemberi suap kepadanya. ”Oh, jelas itu, Gayus akan diperiksa. Keterangan Gayus juga dibutuhkan untuk mengusut tuntas 149 perusahaan wajib pajak, yang disebut- sebut mengalirkan uangnya ke Gayus,” kata Ketua KPK Busyro Muqoddas di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (13/1).
Menurut Busyro, keputusan untuk memeriksa Gayus itu sudah disepakati dalam rapat pemimpin KPK. Namun, Busyro belum dapat memastikan kapan jajarannya akan memeriksa suami dari Milana Anggraeni itu. ”Itu belum bisa kita putuskan karena menunggu hasil telaah deputi penyelidikan,” kata Busyro. Selain Gayus dan 149 perusahaan wajib pajak, KPK memastikan akan memeriksa pihak-pihak dari kalangan Direktorat Jenderal Pajak yang diduga terkait kasus mafia pajak dan suap terhadap Gayus Tambunan.
KPK memastikan Gayus tak bermain sendiri dalam kejahatannya itu. ”Kasus ini kan sebenarnya ada dimensi strukturalnya. Ini yang sedang kami telisik juga. Ini memang rumit,” ungkap Busyro. Menanggapi keputusan Komisi III DPR yang telah sepakat membentuk Panitia Kerja Mafia Pajak untuk mengurai kasus Gayus Tambunan, Busryo menghargainya. “Kita appreciate, mungkin ada yang bisa kita akses, namun kami tidak akan terganggu soal panja,” kata Busyro.
Dia memastikan KPK akan tetap independen dan tidak akan terpengaruh atas hasil panja dan adanya kepentingan pihak lain. “Kami tetap independen dan silakan diawasi. Kalau di panja saya tidak tahu, di sini kita sterilkan dari kepentingan,” tuturnya. Turunkan Kepercayaan Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengaku khawatir kasus Gayus Tambunan semakin menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pajak.
“Saya khawatir masyarakat Indonesia terpengaruh. Kepercayaan kepada sistem turun,” kata Agus di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis. Menkeu mengatakan akan menindak tegas pegawai Ditjen Pajak yang berbuat nakal, seperti melakukan pemalsuan restitusi pajak. Kementerian Keuangan, ujarnya, mendukung penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum terkait kasus Gayus.
“Sudah saya ingatkan, dan saya minta Dirjen dan badan bantuan hukum (Kemenkeu) untuk betulbetul bisa merespons apa yang diharapkan (aparat penegak hukum). Kita harus serahkan data yang dibutuhkan karena kita ingin proses ini selesai,” kata Agus. Mabes Polri sudah mengantongi surat izin dari Menkeu untuk membuka data wajib pajak. Surat izin itu terkait penyidikan kasus Gayus Tambunan. ”Nanti tanya Pak Kabareskrim untuk proses itu.
Suratnya sudah diterima, sesuai proses penyidikannya nanti,” ujar Kapolri Jenderal Timur Pradopo di Kantor Menkeu, Jakarta Pusat, Kamis. Polri, pada 20 Desember 2010, mengirim surat kepada Menkeu untuk meminta izin membuka data wajib pajak terkait kasus Gayus Tambunan. Sebagai petugas pajak, Gayus menangani 146 perusahaan.
Untuk kasus mafia hukum, Gayus sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia menghadapi tuntutan 20 tahun penjara. Saat ini, Gayus tengah menunggu vonis.
Kebijakan Pemerintah , “Tax Holiday” Ditetapkan Kemenkeu Bersama Kementerian Teknis
Koran Jakarta, 13 Januari 2011
JAKARTA – Pemerintah tengah melakukan finalisasi persyaratan secara detail terkait pelaksanaan pemberiran insentif tax holiday bagi investasi industri skala besar. Investor yang berinvestasi dengan kisaran 300-500 juta dollar AS di beberapa industri tertentu mendapat keringanan pembebasan pajak sekitar tiga sampai tujuh tahun. “Insentif fiskal ini akan diberikan untuk industri dengan kategori di antaranya memiliki skala investasi besar, industri pionir, industri hilir serta industri padat karya.
Industri berskala besar minimal menanamkan investasi sebesar 300- 500 juta dollar AS. Sedangkan industri pionir adalah industri kilang, untuk industri hilir berada di sektor agro,” kata Kepala Badan Kordinasi penanaman modal (BKPM) Gita Wirjawan di Jakarta, Rabu (12/1). Kementerian Keuangan telah mengeluarkan insentif fiskal berupa tax holiday seiring penerbitan PP Nomor 94/2010 tentang Penghitungan Penghasilan Tidak Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
Insentif fiskal ini akan diberikan untuk industri pionir yang dapat menciptakan lapangan kerja besar, membawa teknologi baru, masuk ke daerah- daerah kecil dan terbelakang, dan memberikan nilai tambah bagi industri lain, serta perekonomian Indonesia secara luas. Lebih lanjut Gita menjelaskan, sesuai rencana insentif, tax holiday akan diberikan pada industri dengan jangka waktu tiga hingga tujuh tahun.
Sesuai aturan, eksekusi pemberian insentif dilakukan oleh kementerian perekonomian berdasarkan kasus per kasus. Sedangkan, pemberian tax holiday akan dilakukan pemerintah untuk meningkatkan investasi. Dihubungi secara terpisah Menteri perindustrian M.S Hidayat mengatakan, pemberian tax holiday seperti investasi pembangunan infrastruktur di pedalaman Papua. Ini dapat diberikan di atas lima tahun karena membutuhkan waktu lama.
Pemberian ini dilakukan dengan syarat, investasi tersebut harus memiliki komitmen kuat. Sedangkan untuk perizinan pemberian insentif tersebut nanti akan dilakukan oleh kementerian keuangan dengan mendapat masukan dari kementerian teknis. “Kementerian Perindustrian dengan investasi di industri, kita kasih background-nya. Yang pasti, investasi itu memang dengan komitmen yang pasti. Sasarannya, yang bisa memberikan nilai tambah,” kata Hidayat di Jakarta, Rabu (12/1).
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Dewan Karet Nasional Aziz pane mengatakan, sektor karet memang harus diberikan insentif tax holiday, pasalnya industri ini merupakan industri yang menyerap tenaga kerja cukup besar, serta memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang tinggi dan juga menggunakan hasil karet dari perkebunan rakyat. “Untuk sektor ini menyumbang cukup besar dari segi ekspor, dengan hampir 82 persen dari produk hasil karet dilakukan untuk ekspor,”kata Aziz.
“Tax Holiday” Tak Dipatok
Ketua umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Peter Jasman meminta pemberian insentif tax holiday minimal untuk jangka waktu lima tahun. Dengan begitu, industri sudah dapat berkembang dan perusahaan sudah dapat keuntungan. Hal ini wajar, karena untuk membangun pabrik dibutuhkan waktu minimal 2 tahun. “Saya menyambut baik tax holiday ini, saya harap investor hilir kakao dapat banyak yang masuk seperti Nestle yang bangun pabrik di Jawa Timur dan Karawang, sehingga ke depannya kita tidak ekspor bahan mentah lagi,” kata Peter.
Menurut Peter, untuk industri hilir kakao sendiri dibutuhkan investasi minimal 20 juta dollar AS jadi sangat tidak mungkin jika investor yang diberikan minimal memiliki investasi sebesar 300-500 juta dollar AS. “Untuk industri hilirisasi kakao terdapat dua jenis industri yaitu pengolaan dari biji kakao menjadi kakao bubuk yang membutuhkan investasi paling besar, dan kedua investasi compound dan real chocolate, yang hasil dari industri ini akan dimanfaatkan oleh industri bakery, perhotelan, coating ice cream, dan pembuatan donat,” ujar Peter.
JAKARTA – Pemerintah tengah melakukan finalisasi persyaratan secara detail terkait pelaksanaan pemberiran insentif tax holiday bagi investasi industri skala besar. Investor yang berinvestasi dengan kisaran 300-500 juta dollar AS di beberapa industri tertentu mendapat keringanan pembebasan pajak sekitar tiga sampai tujuh tahun. “Insentif fiskal ini akan diberikan untuk industri dengan kategori di antaranya memiliki skala investasi besar, industri pionir, industri hilir serta industri padat karya.
Industri berskala besar minimal menanamkan investasi sebesar 300- 500 juta dollar AS. Sedangkan industri pionir adalah industri kilang, untuk industri hilir berada di sektor agro,” kata Kepala Badan Kordinasi penanaman modal (BKPM) Gita Wirjawan di Jakarta, Rabu (12/1). Kementerian Keuangan telah mengeluarkan insentif fiskal berupa tax holiday seiring penerbitan PP Nomor 94/2010 tentang Penghitungan Penghasilan Tidak Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
Insentif fiskal ini akan diberikan untuk industri pionir yang dapat menciptakan lapangan kerja besar, membawa teknologi baru, masuk ke daerah- daerah kecil dan terbelakang, dan memberikan nilai tambah bagi industri lain, serta perekonomian Indonesia secara luas. Lebih lanjut Gita menjelaskan, sesuai rencana insentif, tax holiday akan diberikan pada industri dengan jangka waktu tiga hingga tujuh tahun.
Sesuai aturan, eksekusi pemberian insentif dilakukan oleh kementerian perekonomian berdasarkan kasus per kasus. Sedangkan, pemberian tax holiday akan dilakukan pemerintah untuk meningkatkan investasi. Dihubungi secara terpisah Menteri perindustrian M.S Hidayat mengatakan, pemberian tax holiday seperti investasi pembangunan infrastruktur di pedalaman Papua. Ini dapat diberikan di atas lima tahun karena membutuhkan waktu lama.
Pemberian ini dilakukan dengan syarat, investasi tersebut harus memiliki komitmen kuat. Sedangkan untuk perizinan pemberian insentif tersebut nanti akan dilakukan oleh kementerian keuangan dengan mendapat masukan dari kementerian teknis. “Kementerian Perindustrian dengan investasi di industri, kita kasih background-nya. Yang pasti, investasi itu memang dengan komitmen yang pasti. Sasarannya, yang bisa memberikan nilai tambah,” kata Hidayat di Jakarta, Rabu (12/1).
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Dewan Karet Nasional Aziz pane mengatakan, sektor karet memang harus diberikan insentif tax holiday, pasalnya industri ini merupakan industri yang menyerap tenaga kerja cukup besar, serta memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang tinggi dan juga menggunakan hasil karet dari perkebunan rakyat. “Untuk sektor ini menyumbang cukup besar dari segi ekspor, dengan hampir 82 persen dari produk hasil karet dilakukan untuk ekspor,”kata Aziz.
“Tax Holiday” Tak Dipatok
Ketua umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Peter Jasman meminta pemberian insentif tax holiday minimal untuk jangka waktu lima tahun. Dengan begitu, industri sudah dapat berkembang dan perusahaan sudah dapat keuntungan. Hal ini wajar, karena untuk membangun pabrik dibutuhkan waktu minimal 2 tahun. “Saya menyambut baik tax holiday ini, saya harap investor hilir kakao dapat banyak yang masuk seperti Nestle yang bangun pabrik di Jawa Timur dan Karawang, sehingga ke depannya kita tidak ekspor bahan mentah lagi,” kata Peter.
Menurut Peter, untuk industri hilir kakao sendiri dibutuhkan investasi minimal 20 juta dollar AS jadi sangat tidak mungkin jika investor yang diberikan minimal memiliki investasi sebesar 300-500 juta dollar AS. “Untuk industri hilirisasi kakao terdapat dua jenis industri yaitu pengolaan dari biji kakao menjadi kakao bubuk yang membutuhkan investasi paling besar, dan kedua investasi compound dan real chocolate, yang hasil dari industri ini akan dimanfaatkan oleh industri bakery, perhotelan, coating ice cream, dan pembuatan donat,” ujar Peter.
Hasil Sampingan Bisa Dilacak
Harian Kompas, 13 Januari 2011
Jakarta, Kompas - Pegawai negeri sipil diwajibkan melaporkan penghasilan sampingannya yang tidak bersumber dari dana APBN atau APBD, misalnya uang dari warung atau salon rumahan. Jika tidak, Direktorat Jenderal Pajak bisa melacak hasil sampingan yang tidak dilaporkan.
”Ini adalah aturan baru dalam perpajakan. Kalau ada istri PNS atau prajurit TNI membuka salon di rumah, sebaiknya penghasilan salon tersebut dilaporkan dalam SPT (surat pemberitahuan) pajak. Kalau punya kemampuan menyanyi dan ada penghasilan, itu pun dilaporkan,” tutur Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak M Iqbal Alamsjah di Jakarta, Rabu (12/1).
Atas dasar itu, menurut Iqbal, seluruh PNS, anggota TNI, Polri, dan pensiunan sebaiknya bersikap jujur melaporkan semua penghasilan tambahannya di luar gaji pokok, tunjangan, dan uang pensiunnya. Sebab, pada saatnya nanti, Ditjen Pajak akan mengetahui jumlah penghasilan yang sebenarnya, yakni dengan mendalami laporan perolehan harta kekayaan yang ada dalam SPT.
”Cara pengawasannya, kami akan melihat laporan perolehan harta kekayaan mereka pada SPT. Jika uangnya dialirkan untuk membeli rumah dan rumahnya disewakan, tentunya ada penghasilan sewa. Atau ada investasi di rumah indekos, tentunya ada penghasilan tetap setiap bulannya,” ujar Iqbal.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 yang berlaku 1 Januari 2011. Peraturan ini menetapkan bahwa PNS golongan I dan II serta anggota TNI/Polri berpangkat tamtama dan bintara dikenai PPh sebesar nol persen atas imbalan tetap sejenisnya berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang menjadi beban APBN atau APBD.
PPh dikenakan sebesar 5 persen dari penghasilan bruto bagi PNS golongan III serta anggota TNI/Polri golongan pangkat perwira pertama dan pensiunannya. PPh dibebankan senilai 15 persen dari penghasilan bruto bagi PNS golongan IV, anggota TNI/Polri golongan pangkat perwira menengah dan perwira tinggi, dan pensiunannya.
Adapun bagi PNS, prajurit TNI/Polri, dan pensiunan yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) akan dikenai tarif PPh 20 persen lebih tinggi daripada tarif yang ditetapkan dalam PP Nomor 80/2010.
Kalangan PNS, prajurit TNI/ Polri dan pensiunan menanggapi kebijakan ini sebagai tidak kreatifnya pemerintah mencari-cari sumber pemasukan pajak. Pemerintah sebaiknya melakukan efisiensi anggaran.
Pengamat pajak Ruston Tambunan, yang dihubungi di Jakarta, Rabu (12/1), mengatakan, tetap sulit bagi Ditjen Pajak melacak penghasilan sampingan dari PNS apabila mereka tidak jujur melaporkan penghasilan sampingan itu dalam SPT. Kecuali penghasilan sampingan itu bersumber dari APBN/APBD, seperti honor pembicara dalam seminar karena langsung dipotong.
Tidak jadi pajak
Iqbal menegaskan, penghasilan tambahan yang biasanya bersumber dari APBN/APBD, antara lain honorarium sebagai pembicara dalam seminar atau mengajar dalam badan pendidikan dan pelatihan di lingkungan pemerintahan. PNS tidak perlu khawatir melaporkan penghasilan tambahannya karena belum tentu berakhir dengan utang pajak.
Hal itu karena setiap penghasilan yang diperoleh akan dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yakni Rp 1,32 juta per bulan, atau Rp 15,8 juta per tahun. Jika penghasilan sampingan itu lebih kecil dari PTKP, yang bersangkutan tidak perlu membayar PPh.
”Sebagai warga negara yang baik, setiap PNS wajib memiliki NPWP dan mengisi SPT. Hanya itu. Tetapi, kan belum tentu membayar PPh, bisa saja nihil. Jadi, artinya tidak perlu terlalu riskan, sistem pajak kita menganut prinsip pay as you earn,” ujarnya.
Jakarta, Kompas - Pegawai negeri sipil diwajibkan melaporkan penghasilan sampingannya yang tidak bersumber dari dana APBN atau APBD, misalnya uang dari warung atau salon rumahan. Jika tidak, Direktorat Jenderal Pajak bisa melacak hasil sampingan yang tidak dilaporkan.
”Ini adalah aturan baru dalam perpajakan. Kalau ada istri PNS atau prajurit TNI membuka salon di rumah, sebaiknya penghasilan salon tersebut dilaporkan dalam SPT (surat pemberitahuan) pajak. Kalau punya kemampuan menyanyi dan ada penghasilan, itu pun dilaporkan,” tutur Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak M Iqbal Alamsjah di Jakarta, Rabu (12/1).
Atas dasar itu, menurut Iqbal, seluruh PNS, anggota TNI, Polri, dan pensiunan sebaiknya bersikap jujur melaporkan semua penghasilan tambahannya di luar gaji pokok, tunjangan, dan uang pensiunnya. Sebab, pada saatnya nanti, Ditjen Pajak akan mengetahui jumlah penghasilan yang sebenarnya, yakni dengan mendalami laporan perolehan harta kekayaan yang ada dalam SPT.
”Cara pengawasannya, kami akan melihat laporan perolehan harta kekayaan mereka pada SPT. Jika uangnya dialirkan untuk membeli rumah dan rumahnya disewakan, tentunya ada penghasilan sewa. Atau ada investasi di rumah indekos, tentunya ada penghasilan tetap setiap bulannya,” ujar Iqbal.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 yang berlaku 1 Januari 2011. Peraturan ini menetapkan bahwa PNS golongan I dan II serta anggota TNI/Polri berpangkat tamtama dan bintara dikenai PPh sebesar nol persen atas imbalan tetap sejenisnya berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang menjadi beban APBN atau APBD.
PPh dikenakan sebesar 5 persen dari penghasilan bruto bagi PNS golongan III serta anggota TNI/Polri golongan pangkat perwira pertama dan pensiunannya. PPh dibebankan senilai 15 persen dari penghasilan bruto bagi PNS golongan IV, anggota TNI/Polri golongan pangkat perwira menengah dan perwira tinggi, dan pensiunannya.
Adapun bagi PNS, prajurit TNI/Polri, dan pensiunan yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) akan dikenai tarif PPh 20 persen lebih tinggi daripada tarif yang ditetapkan dalam PP Nomor 80/2010.
Kalangan PNS, prajurit TNI/ Polri dan pensiunan menanggapi kebijakan ini sebagai tidak kreatifnya pemerintah mencari-cari sumber pemasukan pajak. Pemerintah sebaiknya melakukan efisiensi anggaran.
Pengamat pajak Ruston Tambunan, yang dihubungi di Jakarta, Rabu (12/1), mengatakan, tetap sulit bagi Ditjen Pajak melacak penghasilan sampingan dari PNS apabila mereka tidak jujur melaporkan penghasilan sampingan itu dalam SPT. Kecuali penghasilan sampingan itu bersumber dari APBN/APBD, seperti honor pembicara dalam seminar karena langsung dipotong.
Tidak jadi pajak
Iqbal menegaskan, penghasilan tambahan yang biasanya bersumber dari APBN/APBD, antara lain honorarium sebagai pembicara dalam seminar atau mengajar dalam badan pendidikan dan pelatihan di lingkungan pemerintahan. PNS tidak perlu khawatir melaporkan penghasilan tambahannya karena belum tentu berakhir dengan utang pajak.
Hal itu karena setiap penghasilan yang diperoleh akan dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yakni Rp 1,32 juta per bulan, atau Rp 15,8 juta per tahun. Jika penghasilan sampingan itu lebih kecil dari PTKP, yang bersangkutan tidak perlu membayar PPh.
”Sebagai warga negara yang baik, setiap PNS wajib memiliki NPWP dan mengisi SPT. Hanya itu. Tetapi, kan belum tentu membayar PPh, bisa saja nihil. Jadi, artinya tidak perlu terlalu riskan, sistem pajak kita menganut prinsip pay as you earn,” ujarnya.
Thursday, 13 January 2011
Film impor terkena PPN dan PPh impor mulai tahun ini
Kontanonline.com, 12 Januari 2011
JAKARTA. Angin segar buat industri perfilman nasional. Setelah mendapat masukan dari sejumlah pihak, pemerintah akhirnya mengenakan pajak dan bea masuk atas film impor yang masuk ke Indonesia mulai tahun ini.
Kebijakan tersebut masuk dalam salah satu paket dari delapan kebijakan perpajakan 2011. “Sekarang ada kesetaraan perlakuan antara film impor dan film nasional. Aturan ini bernomor SE-03/PJ/201 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan berupa royalti dan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas film impor,” kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Selasa (11/1).
Menurut bekas Direktur Utama Bank Mandiri itu, pengaturan ini diperlukan, terlebih pihaknya telah mendapat masukan dari beberapa pihak yang menyatakan industri film nasional selama kurang kompetitif.
Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Suryo Utomo menambahkan, nanti fim impor yang masuk ke Indonesia akan dikenakan pajak dan bea masuk.
Untuk menghitung besarnya pungutan pajak film impor, pemerintah tidak melihat jenis ataupun harga dari film yang bersangkutan. Pemerintah menetapkan secara flat tarif PPN dan PPh impor pasal 22 produk fim impor sebesar US$ 0,43 per meter. "Jadi dalam surat edaran ini mencoba menegaskan kembali bahwa setiap kegiatan itu ada pengenaan pajak yang harus dibayar,” jelas Suryo.
JAKARTA. Angin segar buat industri perfilman nasional. Setelah mendapat masukan dari sejumlah pihak, pemerintah akhirnya mengenakan pajak dan bea masuk atas film impor yang masuk ke Indonesia mulai tahun ini.
Kebijakan tersebut masuk dalam salah satu paket dari delapan kebijakan perpajakan 2011. “Sekarang ada kesetaraan perlakuan antara film impor dan film nasional. Aturan ini bernomor SE-03/PJ/201 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan berupa royalti dan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas film impor,” kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Selasa (11/1).
Menurut bekas Direktur Utama Bank Mandiri itu, pengaturan ini diperlukan, terlebih pihaknya telah mendapat masukan dari beberapa pihak yang menyatakan industri film nasional selama kurang kompetitif.
Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Suryo Utomo menambahkan, nanti fim impor yang masuk ke Indonesia akan dikenakan pajak dan bea masuk.
Untuk menghitung besarnya pungutan pajak film impor, pemerintah tidak melihat jenis ataupun harga dari film yang bersangkutan. Pemerintah menetapkan secara flat tarif PPN dan PPh impor pasal 22 produk fim impor sebesar US$ 0,43 per meter. "Jadi dalam surat edaran ini mencoba menegaskan kembali bahwa setiap kegiatan itu ada pengenaan pajak yang harus dibayar,” jelas Suryo.
Keringanan Pajak untuk 10 Sektor Industri
Koran Jakarta, 11 Januari 2011
JAKARTA – Sepuluh sektor industri bakal mendapatkan stimulus lewat insentif fiskal dalam bentuk keringanan perpajakan pada tahun ini. Ini dilakukan sejalan dengan rencana pengembangan sektor hilir industri di Indonesia.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa dalam acara Rapat Kerja Pelaksanaan Pembangunan Tahun 2011 di Jakarta, Senin (10/1) mengatakan sektor yang mendapatkan insentif tersebut, yakni industri makanan dan minuman, industri tekstil dan produk tekstil, industri elektronika, industri alat angkut, dan industri alat komunikasi dan informatika.
Selain itu, industri logam dasar dan mesin, industri petrokimia, industri pengolahan hasil pertanian, peternakan, dan kehutanan, industri pengolahan hasil laut, serta industri berbasis budaya atau industri kreatif. “Untuk sejumlah industri tersebut pemerintah sedang mempersiapkan sejumlah insentif sebagai turunan dari Undang-Undang Penanaman Modal dan revisi PP 62/2008,” kata Hatta.
JAKARTA – Sepuluh sektor industri bakal mendapatkan stimulus lewat insentif fiskal dalam bentuk keringanan perpajakan pada tahun ini. Ini dilakukan sejalan dengan rencana pengembangan sektor hilir industri di Indonesia.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa dalam acara Rapat Kerja Pelaksanaan Pembangunan Tahun 2011 di Jakarta, Senin (10/1) mengatakan sektor yang mendapatkan insentif tersebut, yakni industri makanan dan minuman, industri tekstil dan produk tekstil, industri elektronika, industri alat angkut, dan industri alat komunikasi dan informatika.
Selain itu, industri logam dasar dan mesin, industri petrokimia, industri pengolahan hasil pertanian, peternakan, dan kehutanan, industri pengolahan hasil laut, serta industri berbasis budaya atau industri kreatif. “Untuk sejumlah industri tersebut pemerintah sedang mempersiapkan sejumlah insentif sebagai turunan dari Undang-Undang Penanaman Modal dan revisi PP 62/2008,” kata Hatta.
Wednesday, 12 January 2011
Industri Pionir Dapat “Tax Holiday”
Koran Jakarta, 12 Januari 2011
JAKARTA—Pemerintah memastikan akan memberikan fasilitas pembebasan pajak penghasilan (PPh) dalam waktu tertentu atau tax holiday kepada wajib pajak, khususnya industri pionir. Kepastian itu bersamaan dengan selesainya Peraturan Pemerintah (PP) No 94/2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PPh dalam Tahun Berjalan. “Kami sudah selesaikan PP ini, kemungkinan memberikan fasilitas tax holiday untuk investor yang punya kriteria khusus,” ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam konfrensi pers, di Jakarta Selasa (11/1).
Dengan rampungnya PP yang menjadi payung hukum pemberian fasilitas pembebsan pajak ini, Menteri Keuangan memiliki kewenangan memberikan insentif ini kepada berbagai industri. Agus mengharapkan pem berian fasilitas ini akan memicu munculnya industri pionir sehingga membuka lapangan pekerjaan, investasi di daerah terpencil dan belum terbangun, serta bisa menawarkan teknologi dan inovasi baru. “Harus memberikan nilai tambah karena Indonesia kecenderungan menjadi negara eksportir bahan baku bukan yang sudah diproses,” ungkapnya.
Selain itu, lanjutnya, pengusaha yang punya komitmen dalam membangun industri hilir akan didukung oleh pemerintah karena banyak komoditas di Indonesia yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri, seperti kelapa sawit, karet, dan kakao. “Kalau serius melakukan hilirisasi industri, baru akan kami coba dukung,” tandasnya. Dalam pemberian fasilitas itu, pihaknya akan sangat hatihati dengan meyakinkan investor untuk berkomitmen serta memiliki kapasitas yang baik untuk berinvestasi.
Kontroversi
Di tempat yang sama, Direktur Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak Syarifudin Aldzah mengatakan selama ini memang ada kontroversi dalam satu pasal ketentuan perpajakan. Dalam undang-undang penanaman modal diperbolehkan pemberlakuan pembebasan pajak, tapi di dalam Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) tidak diperbolehkan. PP No 94/2010 itu diharapkan menjembatani penyaluran aturan tentang pembebasan PPh.
“Ada fasilitas yang sudah ada di PPh, seperti investment allowance, kompensasi kerugian lebih panjang, amortisasi dipercepat, dividen lebih rendah 5 persen dari tarif normal. Karena pembebasan tidak ada dalam KUP, maka PP ini memberikan payung hukum, dan follow up dari PP ini Menteri Keuangan dapat memberikan diskresi,” ungkapnya. Investor yang bisa mendapatkan tax holiday ialah wajib pajak yang melakukan investasi baru dan merupakan industri pionir dan selama ini tidak difasilitasi.
“Industri pionir adalah keterkaitan yang luas dengan industri lain, memberikan nilai tambah, eksternalitas tinggi, dan memperkenalkan teknologi baru,” terangnya. Selain kebijakan untuk memberikan tax holiday, pemerintah mengeluarkan tujuh kebijakan pajak lainnya yang akan berlaku tahun ini, yaitu pelimpahan fungsi pembuatan kebijakan pajak dari Direktorat Jenderal Pajak kepada Badan Kebijakan Fiskal, penertiban peraturan menteri keuangan soal penegakan sanksi bagi petugas pajak yang melanggar hukum dalam melaksanakan tugasnya.
Selain itu, juga MoU antara Ditjen Pajak dan akuntan publik terkait pemeriksaan laporan keuangan wajib pajak, pelaksanaan PP No 93/2010 tentang sumbangan penanggulangan bencana nasional, litbang, fasilitas pendidikan, olah raga, dan infrastruktur, penyederhanaan PPh Pasal 22 impor atas impor barang, dan penyederhanaan birokrasi dalam mendukung kegiatan yang memberikan bantuan hibah, sumbangan, dilimpahkan wewenang kepada Dirjen Bea Cukai.
JAKARTA—Pemerintah memastikan akan memberikan fasilitas pembebasan pajak penghasilan (PPh) dalam waktu tertentu atau tax holiday kepada wajib pajak, khususnya industri pionir. Kepastian itu bersamaan dengan selesainya Peraturan Pemerintah (PP) No 94/2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PPh dalam Tahun Berjalan. “Kami sudah selesaikan PP ini, kemungkinan memberikan fasilitas tax holiday untuk investor yang punya kriteria khusus,” ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam konfrensi pers, di Jakarta Selasa (11/1).
Dengan rampungnya PP yang menjadi payung hukum pemberian fasilitas pembebsan pajak ini, Menteri Keuangan memiliki kewenangan memberikan insentif ini kepada berbagai industri. Agus mengharapkan pem berian fasilitas ini akan memicu munculnya industri pionir sehingga membuka lapangan pekerjaan, investasi di daerah terpencil dan belum terbangun, serta bisa menawarkan teknologi dan inovasi baru. “Harus memberikan nilai tambah karena Indonesia kecenderungan menjadi negara eksportir bahan baku bukan yang sudah diproses,” ungkapnya.
Selain itu, lanjutnya, pengusaha yang punya komitmen dalam membangun industri hilir akan didukung oleh pemerintah karena banyak komoditas di Indonesia yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri, seperti kelapa sawit, karet, dan kakao. “Kalau serius melakukan hilirisasi industri, baru akan kami coba dukung,” tandasnya. Dalam pemberian fasilitas itu, pihaknya akan sangat hatihati dengan meyakinkan investor untuk berkomitmen serta memiliki kapasitas yang baik untuk berinvestasi.
Kontroversi
Di tempat yang sama, Direktur Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak Syarifudin Aldzah mengatakan selama ini memang ada kontroversi dalam satu pasal ketentuan perpajakan. Dalam undang-undang penanaman modal diperbolehkan pemberlakuan pembebasan pajak, tapi di dalam Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) tidak diperbolehkan. PP No 94/2010 itu diharapkan menjembatani penyaluran aturan tentang pembebasan PPh.
“Ada fasilitas yang sudah ada di PPh, seperti investment allowance, kompensasi kerugian lebih panjang, amortisasi dipercepat, dividen lebih rendah 5 persen dari tarif normal. Karena pembebasan tidak ada dalam KUP, maka PP ini memberikan payung hukum, dan follow up dari PP ini Menteri Keuangan dapat memberikan diskresi,” ungkapnya. Investor yang bisa mendapatkan tax holiday ialah wajib pajak yang melakukan investasi baru dan merupakan industri pionir dan selama ini tidak difasilitasi.
“Industri pionir adalah keterkaitan yang luas dengan industri lain, memberikan nilai tambah, eksternalitas tinggi, dan memperkenalkan teknologi baru,” terangnya. Selain kebijakan untuk memberikan tax holiday, pemerintah mengeluarkan tujuh kebijakan pajak lainnya yang akan berlaku tahun ini, yaitu pelimpahan fungsi pembuatan kebijakan pajak dari Direktorat Jenderal Pajak kepada Badan Kebijakan Fiskal, penertiban peraturan menteri keuangan soal penegakan sanksi bagi petugas pajak yang melanggar hukum dalam melaksanakan tugasnya.
Selain itu, juga MoU antara Ditjen Pajak dan akuntan publik terkait pemeriksaan laporan keuangan wajib pajak, pelaksanaan PP No 93/2010 tentang sumbangan penanggulangan bencana nasional, litbang, fasilitas pendidikan, olah raga, dan infrastruktur, penyederhanaan PPh Pasal 22 impor atas impor barang, dan penyederhanaan birokrasi dalam mendukung kegiatan yang memberikan bantuan hibah, sumbangan, dilimpahkan wewenang kepada Dirjen Bea Cukai.
Penghasilan Sampingan PNS Dikenai PPh
Harian Kompas, 11 Januari 2011
Jakarta, Kompas - Penghasilan sampingan pegawai negeri sipil, prajurit TNI/Polri, dan pensiunan akan terkena pajak penghasilan maksimal 15 persen. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan perlakuan yang sama kepada wajib pajak.
Demikian disampaikan Direktur Penyuluhan dan Humas Pajak Direktorat Jenderal Pajak M Iqbal Alamsjah di Jakarta, Senin (10/1).
Iqbal menjelaskan, pajak penghasilan (PPh) itu dikenakan kepada seluruh penghasilan tetap di luar gaji dan tunjangan bulanan, yang bersumber dari APBN dan APBD.
Untuk PNS golongan I dan golongan II, anggota TNI/Polri golongan pangkat tamtama dan bintara, serta pensiunannya, penghasilan sampingan mereka tidak dikenai PPh.
Namun, untuk PNS golongan III, anggota TNI/Polri golongan pangkat perwira pertama, dan pensiunannya, penghasilan sampingan mereka dikenai PPh sebesar 5 persen.
Adapun untuk PNS golongan IV, anggota TNI/Polri golongan pangkat perwira menengah dan perwira tinggi, serta pensiunannya, tarif PPh untuk penghasilan sampingan mereka sebesar 15 persen dari penghasilan bruto yang mereka peroleh.
”Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 yang berlaku sejak 1 Januari 2011,” kata Iqbal.
Dalam peraturan pemerintah itu ditegaskan, penerima penghasilan yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) akan dikenai tarif PPh Pasal 21 sebesar 20 persen lebih tinggi dari tarif yang telah ditetapkan.
Adanya ketentuan itu, menurut pengamat perpajakan Darussalam, akan mendorong semua pegawai pemerintah melaporkan penghasilan sampingan secara jujur. ”Sebab, induk data yang dimiliki Ditjen Pajak mestinya mampu mendeteksi ketidakjujuran itu,” ujarnya.
Kejujuran, kata Darussalam, sangat diperlukan karena sistem pembayaran pajak yang dianut Indonesia adalah self assessment atau pelaporan penghasilan secara mandiri oleh wajib pajak.
Ia mengingatkan, penghasilan sampingan PNS adalah obyek pajak yang harus dilaporkan di SPT (surat pemberitahuan tahunan) pajak. ”Dituntut kejujuran mereka. Memang tidak mudah mendeteksinya. Namun, bank data yang lengkap di Ditjen Pajak mestinya mampu mendeteksi penghasilan sampingan itu,” tutur Darussalam.
Jakarta, Kompas - Penghasilan sampingan pegawai negeri sipil, prajurit TNI/Polri, dan pensiunan akan terkena pajak penghasilan maksimal 15 persen. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan perlakuan yang sama kepada wajib pajak.
Demikian disampaikan Direktur Penyuluhan dan Humas Pajak Direktorat Jenderal Pajak M Iqbal Alamsjah di Jakarta, Senin (10/1).
Iqbal menjelaskan, pajak penghasilan (PPh) itu dikenakan kepada seluruh penghasilan tetap di luar gaji dan tunjangan bulanan, yang bersumber dari APBN dan APBD.
Untuk PNS golongan I dan golongan II, anggota TNI/Polri golongan pangkat tamtama dan bintara, serta pensiunannya, penghasilan sampingan mereka tidak dikenai PPh.
Namun, untuk PNS golongan III, anggota TNI/Polri golongan pangkat perwira pertama, dan pensiunannya, penghasilan sampingan mereka dikenai PPh sebesar 5 persen.
Adapun untuk PNS golongan IV, anggota TNI/Polri golongan pangkat perwira menengah dan perwira tinggi, serta pensiunannya, tarif PPh untuk penghasilan sampingan mereka sebesar 15 persen dari penghasilan bruto yang mereka peroleh.
”Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 yang berlaku sejak 1 Januari 2011,” kata Iqbal.
Dalam peraturan pemerintah itu ditegaskan, penerima penghasilan yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) akan dikenai tarif PPh Pasal 21 sebesar 20 persen lebih tinggi dari tarif yang telah ditetapkan.
Adanya ketentuan itu, menurut pengamat perpajakan Darussalam, akan mendorong semua pegawai pemerintah melaporkan penghasilan sampingan secara jujur. ”Sebab, induk data yang dimiliki Ditjen Pajak mestinya mampu mendeteksi ketidakjujuran itu,” ujarnya.
Kejujuran, kata Darussalam, sangat diperlukan karena sistem pembayaran pajak yang dianut Indonesia adalah self assessment atau pelaporan penghasilan secara mandiri oleh wajib pajak.
Ia mengingatkan, penghasilan sampingan PNS adalah obyek pajak yang harus dilaporkan di SPT (surat pemberitahuan tahunan) pajak. ”Dituntut kejujuran mereka. Memang tidak mudah mendeteksinya. Namun, bank data yang lengkap di Ditjen Pajak mestinya mampu mendeteksi penghasilan sampingan itu,” tutur Darussalam.
Tuesday, 11 January 2011
Warung Beromzet Rp182,5 Juta/Tahun Kena Pajak
Warung Beromzet Rp182,5 Juta/Tahun Kena Pajak
Koran Jakarta, 4 Januari 2011
JAKARTA — Setelah sempat ditunda karena adanya penolakan dari berbagai kalangan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali mengaji penerapan pajak restoran untuk kategori warung tegal (warteg). Warteg yang akan terkena pajak nantinya minimal beromzet 182,5 juta rupiah per tahun atau 500 ribu rupiah per hari.
Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Iwan Setiawandi mengatakan sebelumnya minimal omzet warteg yang akan dikenakan pajak adalah yang beromzet 60 juta rupiah per tahun atau sekitar 167 ribu rupiah per hari. Pajak yang akan dikenakan sebesar 10 persen. “Penerapan pajak restoran nantinya juga akan berlaku untuk semua jenis usaha makanan dan minuman, seperti kantin, rumah makan, kafetaria, dan warung makanan di pinggir jalan.
Mereka semua akan dikenakan pajak sebesar 10 persen,” kata dia, Senin (3/1). Iwan menuturkan di DKI Jakarta saat ini sedikitnya terdapat jenis usaha warteg hingga mencapai 26.900 unit.
Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Arif Susilo, kembali menegaskan bahwa pemberlakuan pajak warteg sebesar 10 persen karena jenis usaha ini sudah masuk dalam prasyarat obyek pajak yang diatur dalam Undang- Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dia memprediksikan dengan menerapkan pajak dari jenis usaha warteg, potensi pajak yang akan didapatkan akan bertambah 50 miliar rupiah. “Kami berharap kebijakan ini bisa dilaksanakan dengan baik karena dananya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk prasarana publik,” katanya.
Ketua DPRD DKI Jakarta Ferrial Sofyan mendukung rencana penerapan pajak untuk warteg dengan omzet di atas 182,5 juta rupiah per tahun. Menurutnya, pajak restoran untuk jenis usaha warteg harus tetap dilakukan karena jenis usaha tersebut memiliki potensi besar untuk diambil pajaknya.
“Saat ini sudah banyak pengusaha warteg yang berhasil mengembangkan usahanya dan omzetnya mencapai ratusan juta rupiah per tahun,” kata dia. Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengakui bahwa Pemprov DKI Jakarta sudah mengembalikan draf perda restoran. Ia mengimbau kepada pemilik warteg tidak risau karena dalam penerapannya nanti akan melalui beberapa penyesuaian.
“Pengusaha warteg beromzet kecil dipastikan tidak akan kena pajak. Mereka (warteg beromzet kecil) tetap terlindungi,” katanya.
Koran Jakarta, 4 Januari 2011
JAKARTA — Setelah sempat ditunda karena adanya penolakan dari berbagai kalangan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali mengaji penerapan pajak restoran untuk kategori warung tegal (warteg). Warteg yang akan terkena pajak nantinya minimal beromzet 182,5 juta rupiah per tahun atau 500 ribu rupiah per hari.
Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Iwan Setiawandi mengatakan sebelumnya minimal omzet warteg yang akan dikenakan pajak adalah yang beromzet 60 juta rupiah per tahun atau sekitar 167 ribu rupiah per hari. Pajak yang akan dikenakan sebesar 10 persen. “Penerapan pajak restoran nantinya juga akan berlaku untuk semua jenis usaha makanan dan minuman, seperti kantin, rumah makan, kafetaria, dan warung makanan di pinggir jalan.
Mereka semua akan dikenakan pajak sebesar 10 persen,” kata dia, Senin (3/1). Iwan menuturkan di DKI Jakarta saat ini sedikitnya terdapat jenis usaha warteg hingga mencapai 26.900 unit.
Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Arif Susilo, kembali menegaskan bahwa pemberlakuan pajak warteg sebesar 10 persen karena jenis usaha ini sudah masuk dalam prasyarat obyek pajak yang diatur dalam Undang- Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dia memprediksikan dengan menerapkan pajak dari jenis usaha warteg, potensi pajak yang akan didapatkan akan bertambah 50 miliar rupiah. “Kami berharap kebijakan ini bisa dilaksanakan dengan baik karena dananya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk prasarana publik,” katanya.
Ketua DPRD DKI Jakarta Ferrial Sofyan mendukung rencana penerapan pajak untuk warteg dengan omzet di atas 182,5 juta rupiah per tahun. Menurutnya, pajak restoran untuk jenis usaha warteg harus tetap dilakukan karena jenis usaha tersebut memiliki potensi besar untuk diambil pajaknya.
“Saat ini sudah banyak pengusaha warteg yang berhasil mengembangkan usahanya dan omzetnya mencapai ratusan juta rupiah per tahun,” kata dia. Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengakui bahwa Pemprov DKI Jakarta sudah mengembalikan draf perda restoran. Ia mengimbau kepada pemilik warteg tidak risau karena dalam penerapannya nanti akan melalui beberapa penyesuaian.
“Pengusaha warteg beromzet kecil dipastikan tidak akan kena pajak. Mereka (warteg beromzet kecil) tetap terlindungi,” katanya.
Inilah Enam Modus Permainan Pajak versi Gayus
Inilah Enam Modus Permainan Pajak versi Gayus
tempointeraktif.com, 4 Januari 2011
TEMPO Interaktif, Jakarta - Gayus Halomoan Tambunan, terdakwa kasus penyuapan terhadap aparat penegak hukum mengungkapkan ada enam modus permainan di Direktorat Jenderal Pajak. Modus itu diungkapkan Gayus dalam pleidoi berjudul Indonesia Bersih... Polisi dan Jaksa Risih... Saya Tersisih... di Pengadilan Jakarta Selatan.
Menurut mantan pegawai pajak ini, modus pertama adalah melakukan negosiasi surat ketetapan pajak (SKP). Negosiasi terjadi di tingkat tim pemeriksa pajak. Tujuannya untuk menaikkan atau menurunkan nilai pajak. "SKP tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya, baik itu SKP kurang bayar maupun SKP lebih bayar dalam rangka restitusi pajak."
Kedua, kata Gayus, terjadi di tingkat penyidikan pajak, seperti kasus faktur pajak fiktif. Dalam kasus ini, wajib pajak, selain diperintahkan membetulkan SPT masa PPN, akan ditakut-takuti untuk dijadikan tersangka. "Ujung-ujungnya adalah uang, sehingga status wajib pajak tetap sebagai saksi."
Ketiga, penghilangan berkas surat permohonan keberatan wajib pajak. Permohonan ini seharusnya diproses paling lama 12 bulan. "Sesuai dengan Pasal 26 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2000, jika permohonan tersebut tak selesai atau belum diproses, Pajak harus menerima keberatan yang diajukan berapa rupiah pun nilai keberatan yang dimintakan."
Keempat, menurut Gayus, adalah dengan penggunaan perusahaan luar negeri, khususnya di Belanda, untuk menggelapkan pajak. Terdapat celah hukum pembayaran bunga kepada perusahaan Belanda, jika lebih dari dua tahun pengenaan pajak penghasilan bisa dikenai nol persen. "Potensi penggelapan mencapai ratusan miliar, bahkan triliunan, rupiah."
Kelima adalah modus yang sering terjadi, yakni dengan jual-beli saham antarperusahaan satu grup. Caranya, pembelian saham diklaim sebagai kerugian investasi. Kerugian ini, kata Gayus, dibebankan sebagai biaya yang menggerus keuntungan perusahaan dari usaha riilnya. "Padahal tidak pernah ada transaksi tersebut secara riil dan nilai jual-beli saham tak mencerminkan nilai perusahaan sesungguhnya."
Keenam, lanjut dia, "Kerugian investasi yang dibukukan dalam SPT tahunan. Hal ini dikarenakan adanya kerugian akibat pembelian dan penjualan saham antarperusahaan yang diduga masih satu grup. Diduga tidak ada transaksi tersebut secara riil dan nilai jual beli saham itu tidak mencerminkan nilai saham yang sesungguhnya. Dengan terjadinya kerugian investasi jual beli itu, wajib pajak tidak membayar PPh Pasal 25," paparnya.
Semua modus ini, menurut Gayus, sudah dibeberkan kepada penyidik tim independen kepolisian. Namun, menurut dia, tidak ada satu pun cerita ini yang ditindaklanjuti. "Timbul tanda tanya besar di pikiran saya, apakah Direktorat Pajak memang bersih?" ujarnya.
Gayus menduga, "Ada setting untuk melokalisir kasus hanya kepada saya. Atau Polri tak mampu bekerja secara profesional untuk menjerat mafia pajak sebenarnya."
tempointeraktif.com, 4 Januari 2011
TEMPO Interaktif, Jakarta - Gayus Halomoan Tambunan, terdakwa kasus penyuapan terhadap aparat penegak hukum mengungkapkan ada enam modus permainan di Direktorat Jenderal Pajak. Modus itu diungkapkan Gayus dalam pleidoi berjudul Indonesia Bersih... Polisi dan Jaksa Risih... Saya Tersisih... di Pengadilan Jakarta Selatan.
Menurut mantan pegawai pajak ini, modus pertama adalah melakukan negosiasi surat ketetapan pajak (SKP). Negosiasi terjadi di tingkat tim pemeriksa pajak. Tujuannya untuk menaikkan atau menurunkan nilai pajak. "SKP tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya, baik itu SKP kurang bayar maupun SKP lebih bayar dalam rangka restitusi pajak."
Kedua, kata Gayus, terjadi di tingkat penyidikan pajak, seperti kasus faktur pajak fiktif. Dalam kasus ini, wajib pajak, selain diperintahkan membetulkan SPT masa PPN, akan ditakut-takuti untuk dijadikan tersangka. "Ujung-ujungnya adalah uang, sehingga status wajib pajak tetap sebagai saksi."
Ketiga, penghilangan berkas surat permohonan keberatan wajib pajak. Permohonan ini seharusnya diproses paling lama 12 bulan. "Sesuai dengan Pasal 26 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2000, jika permohonan tersebut tak selesai atau belum diproses, Pajak harus menerima keberatan yang diajukan berapa rupiah pun nilai keberatan yang dimintakan."
Keempat, menurut Gayus, adalah dengan penggunaan perusahaan luar negeri, khususnya di Belanda, untuk menggelapkan pajak. Terdapat celah hukum pembayaran bunga kepada perusahaan Belanda, jika lebih dari dua tahun pengenaan pajak penghasilan bisa dikenai nol persen. "Potensi penggelapan mencapai ratusan miliar, bahkan triliunan, rupiah."
Kelima adalah modus yang sering terjadi, yakni dengan jual-beli saham antarperusahaan satu grup. Caranya, pembelian saham diklaim sebagai kerugian investasi. Kerugian ini, kata Gayus, dibebankan sebagai biaya yang menggerus keuntungan perusahaan dari usaha riilnya. "Padahal tidak pernah ada transaksi tersebut secara riil dan nilai jual-beli saham tak mencerminkan nilai perusahaan sesungguhnya."
Keenam, lanjut dia, "Kerugian investasi yang dibukukan dalam SPT tahunan. Hal ini dikarenakan adanya kerugian akibat pembelian dan penjualan saham antarperusahaan yang diduga masih satu grup. Diduga tidak ada transaksi tersebut secara riil dan nilai jual beli saham itu tidak mencerminkan nilai saham yang sesungguhnya. Dengan terjadinya kerugian investasi jual beli itu, wajib pajak tidak membayar PPh Pasal 25," paparnya.
Semua modus ini, menurut Gayus, sudah dibeberkan kepada penyidik tim independen kepolisian. Namun, menurut dia, tidak ada satu pun cerita ini yang ditindaklanjuti. "Timbul tanda tanya besar di pikiran saya, apakah Direktorat Pajak memang bersih?" ujarnya.
Gayus menduga, "Ada setting untuk melokalisir kasus hanya kepada saya. Atau Polri tak mampu bekerja secara profesional untuk menjerat mafia pajak sebenarnya."
If your house was on fire and you could only grab three things, what would they be?
My S1 sertificate, my account number, and my famili's P
PPN dan Bea Masuk Pangan Di bebaskan
PPN dan Bea Masuk Pangan Dibebaskan
Koran Jakarta, 10 Januari 2011
JAKARTA—Pemerintah memastikan sejumlah komoditas pangan akan bebas dari Pajak Pertambahan Nilai dan bea masuk atas impor sebagai upaya untuk menjaga stabilitas dan ketahanan pangan nasional. Menko Perekonomian Hatta Rajasa dalam jumpa pers di Jakarta, akhir pekan lalu, mengatakan hal tersebut sebagai langkah antisipatif agar harga komoditas stabil, tidak melambung tinggi, dan terjangkau masyarakat. “Kalau pendekatan fiskal, misalkan PPN dan bea masuk, itu akan kami bebaskan supaya tidak menekan harga lebih tinggi, kemungkinan pekan depan mulai efektif,” ujarnya.
Ia mengatakan komoditas pangan yang direncanakan bebas PPN dan bea masuk adalah be ras, terigu, kedelai, dan pa kan ternak, namun kepastian hal tersebut masih menunggu usulan dari Kementerian terkait. Menurut rencana, semua usulan komoditas harus sudah masuk pada Senin (10/1) dan Rabu (12/1) diharapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang pembebasan bea masuk impor itu sudah keluar.
“Kita akan lakukan kebijakan fiskal di perdagangan. Kita akan bebaskan bea masuk impor tepung terigu, kedelai, dan pakan ternak. Semua kita lakukan semua untuk stabilisasi pangan pokok kita. Gula belum termasuk (dibebaskan bea impornya). Di rapat tadi belum didiskusikan karena kita ingin petani gula kita maju produksinya,” katanya. Untuk menjamin agar pelaksanaan pembebasan BM tersebut berjalan efektif, Hatta menambahkan, pemerintah akan mengefektifkan tim stabilisasi harga yang setiap saat akan terus mengamati perkembangan global.
“Jadi policy response setiap saat dilakukan dengan melihat perkembangan global,” ujarnya. Sebelumnya, Menteri Keuang an Agus Martowardojo mengatakan pihaknya akan mempelajari semua usulan pem bebasan bea masuk dari ke menterian/lembaga (K/L) sebelum menerbitkan PMK, termasuk untuk gula. Namun, yang pasti, untuk beras sudah bisa dipastikan bebas bea masuk. “Kalau ada komponen pangan yang ingin dijaga stabilisasinya, kami di Kemenkeu sudah mengatakan kita akan dukung, tapi kalau K/L harus ajukan permohonan,” katanya.
Koran Jakarta, 10 Januari 2011
JAKARTA—Pemerintah memastikan sejumlah komoditas pangan akan bebas dari Pajak Pertambahan Nilai dan bea masuk atas impor sebagai upaya untuk menjaga stabilitas dan ketahanan pangan nasional. Menko Perekonomian Hatta Rajasa dalam jumpa pers di Jakarta, akhir pekan lalu, mengatakan hal tersebut sebagai langkah antisipatif agar harga komoditas stabil, tidak melambung tinggi, dan terjangkau masyarakat. “Kalau pendekatan fiskal, misalkan PPN dan bea masuk, itu akan kami bebaskan supaya tidak menekan harga lebih tinggi, kemungkinan pekan depan mulai efektif,” ujarnya.
Ia mengatakan komoditas pangan yang direncanakan bebas PPN dan bea masuk adalah be ras, terigu, kedelai, dan pa kan ternak, namun kepastian hal tersebut masih menunggu usulan dari Kementerian terkait. Menurut rencana, semua usulan komoditas harus sudah masuk pada Senin (10/1) dan Rabu (12/1) diharapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang pembebasan bea masuk impor itu sudah keluar.
“Kita akan lakukan kebijakan fiskal di perdagangan. Kita akan bebaskan bea masuk impor tepung terigu, kedelai, dan pakan ternak. Semua kita lakukan semua untuk stabilisasi pangan pokok kita. Gula belum termasuk (dibebaskan bea impornya). Di rapat tadi belum didiskusikan karena kita ingin petani gula kita maju produksinya,” katanya. Untuk menjamin agar pelaksanaan pembebasan BM tersebut berjalan efektif, Hatta menambahkan, pemerintah akan mengefektifkan tim stabilisasi harga yang setiap saat akan terus mengamati perkembangan global.
“Jadi policy response setiap saat dilakukan dengan melihat perkembangan global,” ujarnya. Sebelumnya, Menteri Keuang an Agus Martowardojo mengatakan pihaknya akan mempelajari semua usulan pem bebasan bea masuk dari ke menterian/lembaga (K/L) sebelum menerbitkan PMK, termasuk untuk gula. Namun, yang pasti, untuk beras sudah bisa dipastikan bebas bea masuk. “Kalau ada komponen pangan yang ingin dijaga stabilisasinya, kami di Kemenkeu sudah mengatakan kita akan dukung, tapi kalau K/L harus ajukan permohonan,” katanya.
Thursday, 6 January 2011
Hubungan Istimewa
Pada dasarnya, nilai transaksi ditentukan berdasarkan proses tawar menawar dan negosiasi antara pihak-pihak yang bertransaksi untuk mencapai keuntungan maksimal.Harga yang terjadi adalah harga pasar yang wajar. Namun, mungkin juga terjadi, nilai transaksi menjadin tidak wajar jika diantara pihak-pihak yang bertransaksi terdapat hubungan istimewa.
Salah satu motif terjadinya harga yang tidak wajar ini adalah unuk meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mematok harga diatas atau dibawah harga pasar wajar. Untuk mengantisipasi hal ini, Undang-undang Perpajakan memberikan wewenang kepada Dirjen Pajak untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan poengurang serta menentukan utang senagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa.
Hubungan Kepimilikan
Hubungan istimewa karena pemilikan terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai penyertaan langsung sebesar 25% atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih.
Hubungan Penguasaan
Hubugan Istimewa karena penguasaan, terjadi bila Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada dibawah pengawasan yang sama baik langsung, maupun tidak langsung.
Hubungan Keluarga
Hubungan istemewa karena hubungan istemawa terjadi apabila terdapat hubungan keluarga, yaitu:
* keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat;
* keluara sedarah dalam garis keturunan ke samping satu derajat;
* kelaurga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat;
* keluarga semenda dalam garis keturunanke samping saru derajat.
Dengan memperhatikan kriteria hubungan seperti tersebut di atas, pihak-pihak yang memliliki hubungan istimewa dari garis hubungan keluarga adalah anak kandung, orang tua kandung, adik kandung, kakak kandung, anak tiri, mertua,kakak ipar, dan adik ipar.
Salah satu motif terjadinya harga yang tidak wajar ini adalah unuk meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mematok harga diatas atau dibawah harga pasar wajar. Untuk mengantisipasi hal ini, Undang-undang Perpajakan memberikan wewenang kepada Dirjen Pajak untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan poengurang serta menentukan utang senagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa.
Hubungan Kepimilikan
Hubungan istimewa karena pemilikan terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai penyertaan langsung sebesar 25% atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih.
Hubungan Penguasaan
Hubugan Istimewa karena penguasaan, terjadi bila Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada dibawah pengawasan yang sama baik langsung, maupun tidak langsung.
Hubungan Keluarga
Hubungan istemewa karena hubungan istemawa terjadi apabila terdapat hubungan keluarga, yaitu:
* keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat;
* keluara sedarah dalam garis keturunan ke samping satu derajat;
* kelaurga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat;
* keluarga semenda dalam garis keturunanke samping saru derajat.
Dengan memperhatikan kriteria hubungan seperti tersebut di atas, pihak-pihak yang memliliki hubungan istimewa dari garis hubungan keluarga adalah anak kandung, orang tua kandung, adik kandung, kakak kandung, anak tiri, mertua,kakak ipar, dan adik ipar.
Tuesday, 4 January 2011
Sunday, 2 January 2011
Batas Waktu Penyampaian SPT
Untuk SPT Masa
* PPh Pasal 21, yang menyampaikan pemotong PPh Pasal 21, disampaiakan paling lambat tanggal 20 setelah akhir masa pajak.
* PPh Pasal 22, yang menyampaikan Bea Cukai, disampaikan paling lambat 7 hari setelah penyetoran.
* PPh Pasal 22 Bendaharawan, yang menyampaikan Bendaharawan, disampaikan paling lambat tanggal 14 setelah akhir masa pajak.
* PPh Pasal 23/26, yang menyampaikan Pemotong Pajak, disampaikan paling lambat tanggal 20 setelah akhir masa pajak.
* PPN & PPnBM, yang menyampaikan Pengusaha Kena Pajak, disampaikan paling lambat tanggal 20 setelah masa akhir pajak.
* Bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu(di atur Menteri Keuangan) bisa menyampaikan beberapa SPT Masa dalam satu masa pajak.
Untuk SPT Tahunan
* WP Badan harus menyampaikan SPT Tahunan paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya atau 4 bulan setelah akhir tahun pajak.
* wp Orang Pribadi harus meyampaikan SPT Tahunan 31 Maret tahun berikutnya ata 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Dalam hal tanggal jatuh tempo penyampaian SPT bertepatan dengan hari libur, maka penyampaian SPT dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo, kecuai dinyatakan lain oleh peraturan.
* PPh Pasal 21, yang menyampaikan pemotong PPh Pasal 21, disampaiakan paling lambat tanggal 20 setelah akhir masa pajak.
* PPh Pasal 22, yang menyampaikan Bea Cukai, disampaikan paling lambat 7 hari setelah penyetoran.
* PPh Pasal 22 Bendaharawan, yang menyampaikan Bendaharawan, disampaikan paling lambat tanggal 14 setelah akhir masa pajak.
* PPh Pasal 23/26, yang menyampaikan Pemotong Pajak, disampaikan paling lambat tanggal 20 setelah akhir masa pajak.
* PPN & PPnBM, yang menyampaikan Pengusaha Kena Pajak, disampaikan paling lambat tanggal 20 setelah masa akhir pajak.
* Bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu(di atur Menteri Keuangan) bisa menyampaikan beberapa SPT Masa dalam satu masa pajak.
Untuk SPT Tahunan
* WP Badan harus menyampaikan SPT Tahunan paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya atau 4 bulan setelah akhir tahun pajak.
* wp Orang Pribadi harus meyampaikan SPT Tahunan 31 Maret tahun berikutnya ata 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Dalam hal tanggal jatuh tempo penyampaian SPT bertepatan dengan hari libur, maka penyampaian SPT dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo, kecuai dinyatakan lain oleh peraturan.
Surat Pemberitahuan dan pembayaran Pajak Terutang
Salah satu kewajiban wajib pajak adalah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). SPT ini akan menjadi penghubung antara Wajib Pajak dengan Dirjen Pajak. Dengan adanya SPT inilah wajib pajak dapat memenuhi kewajibanya sebagai wajib pajak di satu sisi dan fiskus dapat memperolaeh data awal untuk melakukan pengawasan pada sisi yang lain.Sesuai dengan Prinsip self assesment yang di anut di Indonesia maka wajib pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayara dan melaporkan pajak terutang sendiri ke KPP dimana Wajib Pajak terdaftar. Pembayaran pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), sedangkan pelaporan pajak dengan menggunakan Serat Pemberitahuan (SPT).
terdapat dua macam SPT, yaitu:
1. Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa)
terdiri dari:
* PPh Pasal 21 dan 26
* PPh Pasal 26
* PPh Pasal 23 dan Pasal 26
* PPh Pasal 25
* PPh Pasal 4 ayat 2
* PPh Pasal 15
* PPN
* PPN bagi pemungut.
* PPnBM
2. Surat Pemberitahuan Tahuanan ( SPT Tahunan)
Terdiri dari:
* PPh WP Badan
*PPh WP Orang Pribadi
Fungsi SPT
1. Wajib pajak penghasilan
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
* Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak.
* Laporan tentang pemenuhan penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak.
* Harta dan kewajiban
* Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan/pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak.
2. Pengusaha Kena Pajak
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
* Pengkreditan Pajak Masukan (input tax) terhadap Pajak Keluaran (Output tax)
* Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan berlaku.
terdapat dua macam SPT, yaitu:
1. Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa)
terdiri dari:
* PPh Pasal 21 dan 26
* PPh Pasal 26
* PPh Pasal 23 dan Pasal 26
* PPh Pasal 25
* PPh Pasal 4 ayat 2
* PPh Pasal 15
* PPN
* PPN bagi pemungut.
* PPnBM
2. Surat Pemberitahuan Tahuanan ( SPT Tahunan)
Terdiri dari:
* PPh WP Badan
*PPh WP Orang Pribadi
Fungsi SPT
1. Wajib pajak penghasilan
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
* Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak.
* Laporan tentang pemenuhan penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak.
* Harta dan kewajiban
* Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan/pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak.
2. Pengusaha Kena Pajak
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
* Pengkreditan Pajak Masukan (input tax) terhadap Pajak Keluaran (Output tax)
* Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan berlaku.
Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dasar hukum PPN adalah Udang-undang No. 8 Tahun 1983 yang dengan peraturan pemerintah No.1 Tahun 1985 ditetapkan mulai berlaku sejak 1 Apil 1985.satu dasawarsa kemudian, UU itu diubah dengan UU No.11 Tahun 1994 yang berlaku sejak 1 januari 1995. Lima tahun kemudian, UU ini di ubah lagi untuk kedua kalinya dengan UU No. 18 Tahun 2000 yang berlaku sejak 1 januari 2001.
Secara singkat dikatakan bahwa PPN (Pajak Pertambahan Nilai) mempunyai karakteristik dan jiwa sebagai berikut:
1. merupakan pajak tidak langsungu yang dipungut padaa setiap mata rantai jalur penjualan;
2. Pada umumnya tidak menimbulkan efek pajaka berganda;
3. Merupakan pajak konsumsi dalam negeri;
4. Merupakan pajak objektif;
5. Tarif tunggal (yaitu 10%).
Beberapa istilah penting dalam PPN & PPnBM
1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak atas konsumsi barangdan jasa dalam daerah pabean oleh orang pribadi atau badan.
2. Barang Kena Pajak (BKP)
BKP adalah barang berwujud dan tidak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
3. Jasa Kena Pajak (JKP)
JKP adalah setiapkegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang mnyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai yang di kenakan pajak berdasarkan UU PPN.
4. Daerah Pabean
Daerah Pabean adalah wilayah RI yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landasan Kontinen yang didalamnya berlaku UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
5. Badan
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan satu kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan komditer, Perseroan lainya, BUMN/BUMD, Firma, kongsi, Koperasi, Dana pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan dan bentuk lainnya.
6. Pengusaha
Pengusaha adalah Orang Pribadi dan atau Badan yang dalam kegiatan usahanya menghasilkan barang, mengimpor barang, melakukan usaha perdagangan, melakukan usaha jasa, ,memanfaatkan barang tidak berwujud/jasa dari luar Daerah Pabean.
7. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, tidak termasuk pengisaha kecil, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kana Pajakb(PKP)
Dasar hukum PPN adalah Udang-undang No. 8 Tahun 1983 yang dengan peraturan pemerintah No.1 Tahun 1985 ditetapkan mulai berlaku sejak 1 Apil 1985.satu dasawarsa kemudian, UU itu diubah dengan UU No.11 Tahun 1994 yang berlaku sejak 1 januari 1995. Lima tahun kemudian, UU ini di ubah lagi untuk kedua kalinya dengan UU No. 18 Tahun 2000 yang berlaku sejak 1 januari 2001.
Secara singkat dikatakan bahwa PPN (Pajak Pertambahan Nilai) mempunyai karakteristik dan jiwa sebagai berikut:
1. merupakan pajak tidak langsungu yang dipungut padaa setiap mata rantai jalur penjualan;
2. Pada umumnya tidak menimbulkan efek pajaka berganda;
3. Merupakan pajak konsumsi dalam negeri;
4. Merupakan pajak objektif;
5. Tarif tunggal (yaitu 10%).
Beberapa istilah penting dalam PPN & PPnBM
1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak atas konsumsi barangdan jasa dalam daerah pabean oleh orang pribadi atau badan.
2. Barang Kena Pajak (BKP)
BKP adalah barang berwujud dan tidak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
3. Jasa Kena Pajak (JKP)
JKP adalah setiapkegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang mnyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai yang di kenakan pajak berdasarkan UU PPN.
4. Daerah Pabean
Daerah Pabean adalah wilayah RI yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landasan Kontinen yang didalamnya berlaku UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
5. Badan
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan satu kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan komditer, Perseroan lainya, BUMN/BUMD, Firma, kongsi, Koperasi, Dana pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan dan bentuk lainnya.
6. Pengusaha
Pengusaha adalah Orang Pribadi dan atau Badan yang dalam kegiatan usahanya menghasilkan barang, mengimpor barang, melakukan usaha perdagangan, melakukan usaha jasa, ,memanfaatkan barang tidak berwujud/jasa dari luar Daerah Pabean.
7. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, tidak termasuk pengisaha kecil, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kana Pajakb(PKP)
Saturday, 1 January 2011
Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar Penghitungan untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang. Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan dikenal duagolongan Wajib Pajak, yaitu Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib PajakLuar Negeri.
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu dengan cara biasa dan penghitungan dengan menggunakan Norma Penghitungan.
Contoh beberapa cara untuk menghitung Pajak Terutang
a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan usaha dan melakukan pembukuan
Peredaran usaha bruto Rp. 300.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp. 200.000.000
Rp. 100.000.000
Laba bruto usaha 50.000.000
Biaya Usaha Rp. 50.000.000
Laba Usaha Rp. 50.000.000
Ditambah: Penyesuaian Fiskal (+) 15.000.000
Dikurangi: Penyesuaian Fiskal (-) (5.000.000)
Penghasilan Netto Dalam Negeri Rp. 60.000.000
Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan 50.000.000
Penhasilan netto DL lainnya (tidak di potong PPh final) 40.000.000
Penghasilan netto LN (sebelum di potong Pajak) 50.000.000
Jumlah seluruh penghasilan netto Rp. 200.000.000
PTKP (misalnya K/-) Rp. 17.160.000
Penghasilan Kena Pajak Rp. 182.840.000
b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan uasaha, tetapi tidak melakukan pembukuan, sehingga penghitung penghasilan bersih mempergunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto
Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran Brutonya dalam satu tahun pajak kurang dari RP. 4.800.000.000, boleh menghitung penghasilan nettonya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghhasilan Netto, dengan syarat memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama tahun pajak yang bersangkutan. Wajib Pajak tersebut tidak wajib menyelenggaran pembukuan, tetapi harus menyelenggarakan pencatatan sebagaimana diatur dalam undang-undang Ketentuan Umum dan Taatacara Perpajakan
contoh:
Peredaran Bruto Rp. 300.000.000
Penghasilan netto (menurut norma penghitungan) misalnya 20% Rp. 60.000.000
Penghhasilan sehubungan dengan pekerjaan 50.000.000
Penghasilan netto DN lainnya (tidak di potong PPh final) 40.000.000
Penghasilan netto LN (sebelum di potong pajak) 50.000.000
Jumlah seluruh penghasilan netto Rp. 200.000.000
PTKP (misalnya K/-) Rp. 17.160.000
Penghasilan Kena Pajak Rp. 182.840.000
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu dengan cara biasa dan penghitungan dengan menggunakan Norma Penghitungan.
Contoh beberapa cara untuk menghitung Pajak Terutang
a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan usaha dan melakukan pembukuan
Peredaran usaha bruto Rp. 300.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp. 200.000.000
Rp. 100.000.000
Laba bruto usaha 50.000.000
Biaya Usaha Rp. 50.000.000
Laba Usaha Rp. 50.000.000
Ditambah: Penyesuaian Fiskal (+) 15.000.000
Dikurangi: Penyesuaian Fiskal (-) (5.000.000)
Penghasilan Netto Dalam Negeri Rp. 60.000.000
Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan 50.000.000
Penhasilan netto DL lainnya (tidak di potong PPh final) 40.000.000
Penghasilan netto LN (sebelum di potong Pajak) 50.000.000
Jumlah seluruh penghasilan netto Rp. 200.000.000
PTKP (misalnya K/-) Rp. 17.160.000
Penghasilan Kena Pajak Rp. 182.840.000
b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan uasaha, tetapi tidak melakukan pembukuan, sehingga penghitung penghasilan bersih mempergunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto
Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran Brutonya dalam satu tahun pajak kurang dari RP. 4.800.000.000, boleh menghitung penghasilan nettonya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghhasilan Netto, dengan syarat memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama tahun pajak yang bersangkutan. Wajib Pajak tersebut tidak wajib menyelenggaran pembukuan, tetapi harus menyelenggarakan pencatatan sebagaimana diatur dalam undang-undang Ketentuan Umum dan Taatacara Perpajakan
contoh:
Peredaran Bruto Rp. 300.000.000
Penghasilan netto (menurut norma penghitungan) misalnya 20% Rp. 60.000.000
Penghhasilan sehubungan dengan pekerjaan 50.000.000
Penghasilan netto DN lainnya (tidak di potong PPh final) 40.000.000
Penghasilan netto LN (sebelum di potong pajak) 50.000.000
Jumlah seluruh penghasilan netto Rp. 200.000.000
PTKP (misalnya K/-) Rp. 17.160.000
Penghasilan Kena Pajak Rp. 182.840.000
Subscribe to:
Posts (Atom)