Koran Jakarta, 21 Februari 2011
JAKARTA – Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata memastikan masalah pajak film asing dan film lokal akan selesai dan diputuskan pada akhir Maret mendatang. Diharapkan kondisi perfilman bisa kembali normal dan tidak ada lagi ancaman dari pihak importir film asing untuk tidak mendistribusikan filmnya di Indonesia. ”Kita sudah dapat solusi untuk film lokal dengan menurunkan pajaknya hingga menjadi nol persen. Walaupun itu masih dibahas, tapi kita optimistis itu bisa dicapai,” papar Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik di Jakarta, Minggu (20/2).
Menurutnya, untuk film asing hingga saat ini nilai pajaknya masih terus dikaji dan belum diperoleh berapa kisarannya. Seperti diberitakan, karena belum adanya kesepakatan mengenai nilai pajak untuk film asing, perusahaan pengekspor dari Amerika (Motion Picture Association of America/MPAA) menyatakan akan menghentikan seluruh pasokan film asingnya ke Indonesia. Hal itu karena mereka keberatan dengan rencana kenaikan pajak yang akan diberlakukan. Keputusan MPAA tersebut, menurut Jero, dianggap terlalu berlebihan karena sebenarnya itu akan merugikan pihak mereka.
Menurutnya, harus ditemukan jalan tengah dengan mempertemukan pihak pengimpor dengan pemerintah. Rencananya, pertemuan akan dilakukan pada Kamis (24/2) mendatang. Dengan adanya pertemuan bersama pihak pengimpor, Jero berharap nanti akan ada kesepakatan baru yang bisa menengahi dan tidak membuat rugi salah satu pihak. “Itu artinya, jika memang ada pilihan untuk membuat nilai pajak untuk fi lm asing lebih rasional, maka itu akan ditempuh. Apakah itu dengan menurunkan nilainya atau bahkan menaikkan, itu tinggal ada kesepakatan saja,” ucapnya.
Saat ini, Jero menjelaskan, pajak untuk film asing memang dinilai sangat tidak sebanding dengan pajak film nasional karena untuk satu film asing yang masuk ke Indonesia nilainya masih sangat rendah, sementara untuk film nasional itu nilainya sangat tinggi. Dia mencontohkan untuk satu film nasional yang berbiaya produksi 5 miliar rupiah, pajaknya ditetapkan sebesar 10 persen atau sebesar 500 juta rupiah. Kata Jero, untuk satu salinan film yang masuk ke Indonesia itu dikenai pajak 1 juta rupiah. Jadi, kalau ada 200 salinan film yang masuk, maka pajak yang harus dibayarkan oleh pengimpor maksimal hanya 200 juta rupiah.
”Bandingkan dengan film nasional yang harus membayar 500 juta rupiah. Itu sangat tidak adil,” ujar dia. Karena itu, Jero berharap dengan adanya kesepakatan baru tentang nilai pajak, perfilman Indonesia akan semakin baik lagi dan tidak bertambah terpuruk, termasuk jika pilihannya harus menurunkan pajak film asing. Kata dia, kalau pun memang pilihannya harus seperti itu, maka pemerintah akan tetap mengikutinya asalkan ada timbal balik yang setimpal. Timbal balik yang dimaksud, menurut Jero, adalah dengan memajukan dunia perfilman Indonesia.
Pilihanya bisa dengan membangun gedung bioskop baru di seluruh daerah dan atau mengembangkan perfilman secara langsung. ”Semua itu diharapkan bisa didapat kesimpulan dan keputusannya pada akhir Maret. Biar tidak ada polemik lagi seperti sekarang,” tegasnya. Sikap Tegas Sementara itu, praktisi film Indonesia, Deddy Mizwar, pada kesempatan yang sama, meminta pemerintah bersikap tegas dalam menyelesaikan masalah tersebut karena itu bukan hanya berkaitan dengan keberpihakan kepada film Indonesia saja, tapi juga menjaga martabat bangsa dari penilaian bangsa lain.
Deddy mencontohkan di Thailand biaya pajak untuk satu salinan film asing itu dikenakan 30 juta rupiah. Nilai tersebut berarti 30 kali lipat dari nilai pajak yang sama yang dikenakan di Indonesia. ”Itu artinya tidak adil. Kapan perfilman Indonesia akan maju kalau memang dari segi biaya pajak saja tidak berpihak dan justru memberatkan sineas film yang ada sekarang,” tandasnya.
Menurut Deddy, harus ada langkah jelas dari pemerintah dengan menyeimbangkan biaya pajak antara film asing dan film nasional. Dengan demikian, target pertumbuhan film nasional dalam beberapa tahun mendatang bisa tercapai tanpa harus mengeliminasi film asing terutama film Hollywood. “Pokoknya, mendatang, film yang diputar di bioskop 60 persen adalah film Indonesia dan sisanya film asing,” ungkapnya.
No comments:
Post a Comment