padang-today.com, 29 April 2011
Sepertinya pengusaha burung wallet agak keberatan dengan akan adanya perda tentang pengutan pajak sarang burung wallet. Pasalnya dalam ranperda disebutkan bahwa pajak ini dikanakan pada semua pemilik sarang burung wallet,sementara hanya sebgaian pengusahan yang menjual sarang burungnya.
Hal ini diungkapkan oleh ketua Asosiasi pengusaha sarang burung wallet Kota Padang Wirako, saat pembahasan ranperda sarang burung wallet bersama DPRD, Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPKA) dan Dinas Pertanian, Peternakan, Dinas Pertanian Peternakan Kehutanan dan Perkebunan( Dispernakhutbun)
“Dari asosiasi keberatan dengan isi ranperda yang menyatakan semua pengusaha wallet akan dikenakan pajak. Sementara ada sebagian pengusaha wallet yang tidak menjual sarang burung waletnya,namun mereka hanya membiarkan sarang burung liar tersebut, atau hanya mengkosumsi sendiri sarang burung waletnya,” jelasnya.
Dikatakannya jika pungutan pajak ini diberlakukan sama saja dengan membunuh pengusaha. Karena mereka tidak ada penghasilan dari sarang burung wallet tersebut namun mereka tetap harus membayar pajak.
Tidak hanya itu, asosiasi juga keberatan dengan isi ranperda yang menjaleskan bahwa pajak sarang burung wallet ini akan dipungut kepada pengusaha setiap bulannya. Pasalnnya sarang burun g wallet ini panennya hanya sekali 4 bulan, jika kaimi di pungut pajak meski tidak adak transaksi itu tentunya akan memberatakan pengusaha.
Menyikapi usulan dari Asosiasi pengusahan sarang burung wallet ini Bagian Hukum Pemko Padang, mengatakan jika Asosiasi meminta agar pajak ini hanya dibebankan kepada pengusaha yang menjual sarang burung waletnya. Hal ini tidak mungkin karena jika ini I dilakukan sama saja artinya mengangkangi undang-undang.
“Amanat undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi ini yaitu UU No 28 tahun 2009 jelas dikatakan yang dikenakan pajak ini yaitu mereka yang memiliki, barang yang dikenakan pajak tidak terkotak-kotak. Apakah mereka menjual barangnya atau tidak,” jelas Ujang pihak bagian hukum.
Sementara itu usulan terkait pembayaran pajak, apakah dipungut sekali sebulan atau per 3 Bulan dikatakan Ujang, hal tersebut masih bisa disesuaikan.
Sedangkan dari DPRD sendiri mengatakan perda pajak sarang burung wallet tetap harus disahakan, Lantaran itu adalah amanat undang-undang.
“Namun yang harus kita lakukan adalah menyusun perda ini sedemikian rupa. Bagaimana undang-undang tidak dikangkangi, namun pihak yang akan dikenakan pajak juga tidak dirugikan,” papar Ketua Pansus II DPRD Padang Aswar Siry.
Dikatakan Aswar hal yang harus dilakukan saat ini adalah, Pemko yang dalam hal ini merupakan kewenagan dari Dispernakhutbun melakukan pendataan, serta menelaah betul terkait perizinan usaha sarang burung wallet yang ada di Kota Padang.
Sementara itu dari data Asosiasi pengusaha sarang burung wallet Kota Padang, saat ini sudah tercatat 109 pengusaha. Dengan 33 diantaranya berada di kawasan Pondok.
Friday, 29 April 2011
Wednesday, 27 April 2011
Importir Film Nunggak Pajak Rp 31 T
JPNN.com, 26 April 2011
Cukup Bayar Angsuran, Blokir Izin Impor Dibuka
JAKARTA - Pembukaan blokir izin importir yang masih menunggak bea masuk, tidak harus menunggu tunggakan dibayar lunas. Pembukaan blokir sudah bisa dilakukan ketika importir sudah mulai membayar angsuran. Staf Khusus Menkeu Thomas Sugijata mengatakan, saat ini tiga importir film yang menunggak, masih diblokir izinnya.
"(Masih) diblokir. Bayar dulu, kalau tidak, mengangsur," kata Thomas di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (25/4). Saat ini sudah ada satu yang telah membayar bea masuk. Namun, Thomas mengatakan, pembayaran belum disertai denda.
Ketiga importir tersebut juga masih mengajukan banding ke pengadilan pajak karena keberatan dengan jumlah bea masuk dan denda yang harus dibayar. Sejak 2008, ketiga importir tersebut masih menunggak Rp 31 triliun, untuk 1.759 copy film. Tunggakan tersebut belum memperhitungkan denda yang besarnya bervariasi antara 100 hingga 1.000 persen.
Ketiga importir tersebut telah diblokir izin impornya sejak 12 Maret lalu. Dia tidak bersedia menyebut identitas perusahaan pengimpor film. Thomas mengatakan, angsuran untuk membuka blokir sudah bisa dilakukan hingga 24 bulan. Pembayaran angsuran tetap harus dilakukan, meskipun masih dalam proses banding.
"Sambil banding, dia bayar," kata pejabat yang kemarin meletakkan jabatannya sebagai Dirjen Bea dan Cukai tersebut. Dia optimistis para importir memiliki niat baik untuk mengangsur. Dia mengatakan, sebelum pengadilan pajak memutuskan jumlah lain, importir harus mengangsur sesuai jumlah yang ditentukan.
Thomas mengakui, penagihan impor film memang merupakan masalah yang kontroversial. "Tapi apapun penegakan hukum birisiko," katanya. Film impor diklasifikasikan dalam HS Code 3706, dengan pembebanan bea masuk 10 persen, PPN (Pajak Pertambahan Nilai) impor 10 persen, dan PPh (Pajak Penghasilan) pasal 22 impor sebesar 2,5 persen.
Dengan dasar biaya cetak, selama ini film impor hanya dikenai tarif bea masuk USD 0,43 per rol meter film dan PPN 10 persen serta PPh pasal 22 sebesar 2,5 persen. Melalui SE-03/PJ/2011 tentang PPh atas penghasilan berupa royalti dan perlakuan PPN atas pemasukan film impor, ditambahkan ketentuan pengenaan 10 persen atas royalti atau hak edar.
Cukup Bayar Angsuran, Blokir Izin Impor Dibuka
JAKARTA - Pembukaan blokir izin importir yang masih menunggak bea masuk, tidak harus menunggu tunggakan dibayar lunas. Pembukaan blokir sudah bisa dilakukan ketika importir sudah mulai membayar angsuran. Staf Khusus Menkeu Thomas Sugijata mengatakan, saat ini tiga importir film yang menunggak, masih diblokir izinnya.
"(Masih) diblokir. Bayar dulu, kalau tidak, mengangsur," kata Thomas di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (25/4). Saat ini sudah ada satu yang telah membayar bea masuk. Namun, Thomas mengatakan, pembayaran belum disertai denda.
Ketiga importir tersebut juga masih mengajukan banding ke pengadilan pajak karena keberatan dengan jumlah bea masuk dan denda yang harus dibayar. Sejak 2008, ketiga importir tersebut masih menunggak Rp 31 triliun, untuk 1.759 copy film. Tunggakan tersebut belum memperhitungkan denda yang besarnya bervariasi antara 100 hingga 1.000 persen.
Ketiga importir tersebut telah diblokir izin impornya sejak 12 Maret lalu. Dia tidak bersedia menyebut identitas perusahaan pengimpor film. Thomas mengatakan, angsuran untuk membuka blokir sudah bisa dilakukan hingga 24 bulan. Pembayaran angsuran tetap harus dilakukan, meskipun masih dalam proses banding.
"Sambil banding, dia bayar," kata pejabat yang kemarin meletakkan jabatannya sebagai Dirjen Bea dan Cukai tersebut. Dia optimistis para importir memiliki niat baik untuk mengangsur. Dia mengatakan, sebelum pengadilan pajak memutuskan jumlah lain, importir harus mengangsur sesuai jumlah yang ditentukan.
Thomas mengakui, penagihan impor film memang merupakan masalah yang kontroversial. "Tapi apapun penegakan hukum birisiko," katanya. Film impor diklasifikasikan dalam HS Code 3706, dengan pembebanan bea masuk 10 persen, PPN (Pajak Pertambahan Nilai) impor 10 persen, dan PPh (Pajak Penghasilan) pasal 22 impor sebesar 2,5 persen.
Dengan dasar biaya cetak, selama ini film impor hanya dikenai tarif bea masuk USD 0,43 per rol meter film dan PPN 10 persen serta PPh pasal 22 sebesar 2,5 persen. Melalui SE-03/PJ/2011 tentang PPh atas penghasilan berupa royalti dan perlakuan PPN atas pemasukan film impor, ditambahkan ketentuan pengenaan 10 persen atas royalti atau hak edar.
Tuesday, 26 April 2011
Terkait Kasus Gayus, Kementerian Periksa 124 Dokumen Wajib Pajak
tempointeraktif.com, 20 April 2011
TEMPO Interaktif, Jakarta - Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan mulai meneliti dokumen pendukung dari 124 wajib pajak yang terkait dengan kasus Gayus Halomoan Tambunan. Dokumen pendukung tersebut berupa laporan pemeriksaan petugas Pajak, hasil penelaahan keberatan dan banding, serta laporan dari petugas yang mengikuti sidang banding di Pengadilan Pajak.
Inspektur Bidang Investigasi Direktorat Pajak, Hadi Rudjito, mengungkapkan bahwa ada sejumlah tahapan kerja yang harus dilalui oleh tim gabungan pemeriksa dokumen wajib pajak. "Sesudah pemeriksaan selesai, barulah tim akan memanggil petugas Pajak yang terlibat," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan menyerahkan 375 berkas dokumen wajib pajak ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI. Dari jumlah tersebut, 124 berkas dikembalikan kepada Kementerian Keuangan untuk diteliti ulang.
Tim gabungan diberi waktu enam bulan untuk bekerja sesuai dengan instruksi Presiden soal penyelesaian kasus mafia pajak. “Kami selalu melaporkan perkembangan terbaru kepada Wakil Presiden. Hari ini sudah memeriksa 10 berkas, besok berapa berkas,” katanya.
TEMPO Interaktif, Jakarta - Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan mulai meneliti dokumen pendukung dari 124 wajib pajak yang terkait dengan kasus Gayus Halomoan Tambunan. Dokumen pendukung tersebut berupa laporan pemeriksaan petugas Pajak, hasil penelaahan keberatan dan banding, serta laporan dari petugas yang mengikuti sidang banding di Pengadilan Pajak.
Inspektur Bidang Investigasi Direktorat Pajak, Hadi Rudjito, mengungkapkan bahwa ada sejumlah tahapan kerja yang harus dilalui oleh tim gabungan pemeriksa dokumen wajib pajak. "Sesudah pemeriksaan selesai, barulah tim akan memanggil petugas Pajak yang terlibat," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan menyerahkan 375 berkas dokumen wajib pajak ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI. Dari jumlah tersebut, 124 berkas dikembalikan kepada Kementerian Keuangan untuk diteliti ulang.
Tim gabungan diberi waktu enam bulan untuk bekerja sesuai dengan instruksi Presiden soal penyelesaian kasus mafia pajak. “Kami selalu melaporkan perkembangan terbaru kepada Wakil Presiden. Hari ini sudah memeriksa 10 berkas, besok berapa berkas,” katanya.
Tujuh Pegawai Pajak dan Bea-Cukai Terlibat Gratifikasi
tempointeraktif.com, 20 April 2011
TEMPO Interaktif, Jakarta - Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa tujuh pegawai Kementerian Keuangan terbukti menerima gratifikasi. Mereka terdiri atas satu pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta enam pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Inspektorat mengusulkan supaya ketujuh orang itu dipecat.
Inspektur Bidang Investigasi Hadi Rudjito, ketika ditemui Tempo di ruang kerjanya kemarin, mengatakan dua di antara enam pegawai Pajak bahkan telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi tahun lalu.
"Keduanya terbukti melakukan tindakan yang menyebabkan kerugian negara," kata
Menurut Hadi, pangkat para pegawai tersebut terentang dari pemeriksa pajak madya, pemeriksa pajak muda, hingga pemeriksa pajak pertama, dengan nilai transaksi ratusan juta rupiah.
Skandal ini terungkap setelah ada laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang menemukan 62 transaksi keuangan mencurigakan milik pegawai Kementerian Keuangan dan Pengadilan Pajak. Dalam berkas yang diterima sepanjang 2007-2011, terdapat dua sampai tiga transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh orang yang sama.
Selain tujuh orang itu, ada dua berkas atas nama pegawai Pengadilan Pajak yang tidak bisa diproses Inspektorat. "Itu kamarnya sudah lain," kata Hadi. Pasalnya, Inspektorat hanya bisa menyelidiki berkas pegawai Kementerian Keuangan. Sedangkan Pengadilan Pajak berada di bawah Mahkamah Agung.
Saat ini Inspektorat terus menyelidiki 53 berkas lainnya. Hanya, Hadi menyatakan penelitian ulang cukup sulit dilakukan karena sebagian kasus terjadi beberapa tahun silam. Hambatan berikutnya adalah, Inspektorat tidak berwenang menelusuri lebih jauh aliran dana. Soal sanksi terhadap tujuh pegawai yang terbukti bersalah diserahkan kepada pemimpin direktorat masing-masing.
"Kami hanya bisa merekomendasikan," kata Hadi.
Juru bicara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Rinto Setiawan, mengaku belum mengetahui kasus ini. Dia berjanji akan memeriksa laporan Inspektorat perihal rekomendasi pemberhentian satu pegawai Bea-Cukai. "Akan saya cek dulu kepada atasan saya," kata dia ketika dihubungi.
Begitu pula, Wakil Ketua Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi M. Jasin mengatakan belum mengetahui adanya dua pegawai Pajak yang dilaporkan dalam kasus gratifikasi. “Saya akan periksa dulu,” ucap dia.
TEMPO Interaktif, Jakarta - Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa tujuh pegawai Kementerian Keuangan terbukti menerima gratifikasi. Mereka terdiri atas satu pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta enam pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Inspektorat mengusulkan supaya ketujuh orang itu dipecat.
Inspektur Bidang Investigasi Hadi Rudjito, ketika ditemui Tempo di ruang kerjanya kemarin, mengatakan dua di antara enam pegawai Pajak bahkan telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi tahun lalu.
"Keduanya terbukti melakukan tindakan yang menyebabkan kerugian negara," kata
Menurut Hadi, pangkat para pegawai tersebut terentang dari pemeriksa pajak madya, pemeriksa pajak muda, hingga pemeriksa pajak pertama, dengan nilai transaksi ratusan juta rupiah.
Skandal ini terungkap setelah ada laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang menemukan 62 transaksi keuangan mencurigakan milik pegawai Kementerian Keuangan dan Pengadilan Pajak. Dalam berkas yang diterima sepanjang 2007-2011, terdapat dua sampai tiga transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh orang yang sama.
Selain tujuh orang itu, ada dua berkas atas nama pegawai Pengadilan Pajak yang tidak bisa diproses Inspektorat. "Itu kamarnya sudah lain," kata Hadi. Pasalnya, Inspektorat hanya bisa menyelidiki berkas pegawai Kementerian Keuangan. Sedangkan Pengadilan Pajak berada di bawah Mahkamah Agung.
Saat ini Inspektorat terus menyelidiki 53 berkas lainnya. Hanya, Hadi menyatakan penelitian ulang cukup sulit dilakukan karena sebagian kasus terjadi beberapa tahun silam. Hambatan berikutnya adalah, Inspektorat tidak berwenang menelusuri lebih jauh aliran dana. Soal sanksi terhadap tujuh pegawai yang terbukti bersalah diserahkan kepada pemimpin direktorat masing-masing.
"Kami hanya bisa merekomendasikan," kata Hadi.
Juru bicara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Rinto Setiawan, mengaku belum mengetahui kasus ini. Dia berjanji akan memeriksa laporan Inspektorat perihal rekomendasi pemberhentian satu pegawai Bea-Cukai. "Akan saya cek dulu kepada atasan saya," kata dia ketika dihubungi.
Begitu pula, Wakil Ketua Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi M. Jasin mengatakan belum mengetahui adanya dua pegawai Pajak yang dilaporkan dalam kasus gratifikasi. “Saya akan periksa dulu,” ucap dia.
Saturday, 2 April 2011
China Serang Google dari Pajak
Beijing (ANTARA News) - Otoritas China mendapati tiga perusahaan terkait Google Inc melanggar peraturan pajak dan menyelidiki pengelakan pajak yang mungkin, lapor satu surat kabar milik pemerintah China, Jumat. Kabar ini menyiratkan meningkatnya lagi tekanan terhadap perusahan raksasa mesin pencari internet itu.
Google mengatakan dua perusahaan yang disebut-sebut China itu adalah unit-unit bisnisnya, sementara perusahaan ketiga adalah firma terpisah yang bekerja sama dengan Google.
Tetapi, Google menyanggahb tuduhan pengemplangan pajak seperti diberitakan harian China berbahasa Inggris Economic Daily itu.
"Kami percaya baha kami, dan akan selalu, mematughi undang-undang pajak China," kata Google dalam satu pernyataan tertulis menanggapi pertanyan dari Reuters.
Namun sekalipun laporan itu tidak beralasan, persoalan ini bisa membawa masalah baru bagi Google di China, yang telah melewati masa sulit di sana sejak awal tahun lalu saat berselisih dengan pemerintah China mengenai sensor internet dan serangan peretas.
China hanya menyumbang persentase kecil untuk keseluruh penghasilan Google, tetapi negara ini adalah pasar internet terbesar dunia engan lebih dari 450 juta pengguna internet.
Menurut iResearch, pasar mesin pencari China yang
didominasi Baidu Inc yang asli China, bernilai 11 miliar yuan (1,7 miliar dolar AS) pada 2010 dan cenderung tumbuh kira-kira 50 persen setiap tahun untuk empat tahun ke depan, berdasarkan iResearch.
The Economic Daily mengatakan bahwa tiga perusahaan yang diselidiki dan dihukum itu adalah perusahaan-perusahaan Google yang beroperasi di China.
"Otoritas pajak sudah menyelidiki dan menghukum tiga perusahaan berdasarkan hukum yang berlaku," lapor koran itu di halaman depannya.
Ketiga perusahaan itu dituduh menyajikan klaim palsu dan keliru mengenai total nilai perusahan sebesar 40 juta yuan (6 juta dolar AS), tulis laporan itu. Koran itu tidak menyebutkan kapan pelanggaran yang dituduhkan terjadi.
"Dari laporan ini dipahami bahwa otoritas pajak tengah menyelidiki lebih lanjut bisnis-bisnis Google di China berdasarkan kecurigaan pengelakan pajak," lapor suratkabar itu yang kemjudian juga dilaporkan kantor berita Xinhua.
Seorang juru bicara Google mengatakan dua perusahaan yang dituduh itu adalah Google Information Technology (China) Co, Ltd dan Google Information Technology (Shanghai) Co, Ltd. Keduanya diakui bagian dari Google.
Namun perusahaan ketiga yang bernama Google Advertising (Shanghai) Co, Ltd, adalah firma terpisah yang bekerja "dengan erat bersama Google sebagaimana Google satu-satunya pengecer tingkat pertama di China" untuk iklan halaman situs mesin pencari itu.
Kebanyakan perusahaan asing di China, terutama perusahaan terkenal dengan reputasi global, agak hati-hati untuk meyakinkan diir bahwa mereka mematuhi penuh dengan hukum pajak yang berlaku," kata Mark Natin, direktur utama Marbridge Consulting yang berbasis di Beijing dan memberi saran kepada investor mengenai sektor internet dan telekomunikasi China.
Kementerian luar negeri China tidak akan mengomentari langsung laporan koran China itu. "Secara umum, perusahaan apapun yang beroperasi di luar negeri harus mematuhi hukum dan peraturan negara tuan rumah," kata juru bicara kementerian luar negeri China, Jiang Yu.
Laporan itu muncul setelah Google kembali berselisih dengan pemerintah China mengenai sensor internet.
Awal bulan ini, Google mengatakan kesulitan apapun yang mungkin akan dihadapi para pengguna Internet di China saat membuka layanan emailnya mungkin karena blokir pemerintah.
Partai Komunis yang berkuasa di China sudah mengintensifkan sensor dalam beberapa bulan ini. China takut seruan-seruan demonstrasi yang diinspirasi gerakan reformasi di Timur Tengah dan Afrika Utara, akhirnya mendapatkan momentumnya di China.
Perselisihan Google dengan pemerintah China melerus mulai Januari 2010 saat perusahaan itu mengatakan tidak lagi bersedia menyensor hasil pencarian di China. Sebelumnya perusahaan itu memasukkan penolakan pada layanannya di China bahwa pencarian mungkin tidak akan lengkap karena hukum lokal.
Pencarian untuk istilah yang dianggap sensitif oleh sensor China rutin diblokir pemerintah China. Mesin pencari China seperti yang ditawarkan oleh Baidu sudah dengan sukarela
menyaring pencarian mereka.
Google juga mengatakan sudah membongkar serangan canggih yang berbasis di China terhadap apra aktivis HAM dengan menggunakan layanan Gmail di seluruh dunia. Perselisihan sensor dan peretasan menjadi titik kejengkelan diplomatik dalam hubungan China-AS.
Setelah berbulan-bulan berselisih dengan Beijing, Google mengubah halaman pencarian berbahasa China utamanya sehingga pertanyaan-pertanyaan yang muntul diarahkan ke satu situs di Hong Kong.
Itu berarti pencarian Google dari dalam China masih disensor filter internet pemerintah China, tetapi perusahaan itu tidak lagi memainkan peran langsung dalam sensor i
Google mengatakan dua perusahaan yang disebut-sebut China itu adalah unit-unit bisnisnya, sementara perusahaan ketiga adalah firma terpisah yang bekerja sama dengan Google.
Tetapi, Google menyanggahb tuduhan pengemplangan pajak seperti diberitakan harian China berbahasa Inggris Economic Daily itu.
"Kami percaya baha kami, dan akan selalu, mematughi undang-undang pajak China," kata Google dalam satu pernyataan tertulis menanggapi pertanyan dari Reuters.
Namun sekalipun laporan itu tidak beralasan, persoalan ini bisa membawa masalah baru bagi Google di China, yang telah melewati masa sulit di sana sejak awal tahun lalu saat berselisih dengan pemerintah China mengenai sensor internet dan serangan peretas.
China hanya menyumbang persentase kecil untuk keseluruh penghasilan Google, tetapi negara ini adalah pasar internet terbesar dunia engan lebih dari 450 juta pengguna internet.
Menurut iResearch, pasar mesin pencari China yang
didominasi Baidu Inc yang asli China, bernilai 11 miliar yuan (1,7 miliar dolar AS) pada 2010 dan cenderung tumbuh kira-kira 50 persen setiap tahun untuk empat tahun ke depan, berdasarkan iResearch.
The Economic Daily mengatakan bahwa tiga perusahaan yang diselidiki dan dihukum itu adalah perusahaan-perusahaan Google yang beroperasi di China.
"Otoritas pajak sudah menyelidiki dan menghukum tiga perusahaan berdasarkan hukum yang berlaku," lapor koran itu di halaman depannya.
Ketiga perusahaan itu dituduh menyajikan klaim palsu dan keliru mengenai total nilai perusahan sebesar 40 juta yuan (6 juta dolar AS), tulis laporan itu. Koran itu tidak menyebutkan kapan pelanggaran yang dituduhkan terjadi.
"Dari laporan ini dipahami bahwa otoritas pajak tengah menyelidiki lebih lanjut bisnis-bisnis Google di China berdasarkan kecurigaan pengelakan pajak," lapor suratkabar itu yang kemjudian juga dilaporkan kantor berita Xinhua.
Seorang juru bicara Google mengatakan dua perusahaan yang dituduh itu adalah Google Information Technology (China) Co, Ltd dan Google Information Technology (Shanghai) Co, Ltd. Keduanya diakui bagian dari Google.
Namun perusahaan ketiga yang bernama Google Advertising (Shanghai) Co, Ltd, adalah firma terpisah yang bekerja "dengan erat bersama Google sebagaimana Google satu-satunya pengecer tingkat pertama di China" untuk iklan halaman situs mesin pencari itu.
Kebanyakan perusahaan asing di China, terutama perusahaan terkenal dengan reputasi global, agak hati-hati untuk meyakinkan diir bahwa mereka mematuhi penuh dengan hukum pajak yang berlaku," kata Mark Natin, direktur utama Marbridge Consulting yang berbasis di Beijing dan memberi saran kepada investor mengenai sektor internet dan telekomunikasi China.
Kementerian luar negeri China tidak akan mengomentari langsung laporan koran China itu. "Secara umum, perusahaan apapun yang beroperasi di luar negeri harus mematuhi hukum dan peraturan negara tuan rumah," kata juru bicara kementerian luar negeri China, Jiang Yu.
Laporan itu muncul setelah Google kembali berselisih dengan pemerintah China mengenai sensor internet.
Awal bulan ini, Google mengatakan kesulitan apapun yang mungkin akan dihadapi para pengguna Internet di China saat membuka layanan emailnya mungkin karena blokir pemerintah.
Partai Komunis yang berkuasa di China sudah mengintensifkan sensor dalam beberapa bulan ini. China takut seruan-seruan demonstrasi yang diinspirasi gerakan reformasi di Timur Tengah dan Afrika Utara, akhirnya mendapatkan momentumnya di China.
Perselisihan Google dengan pemerintah China melerus mulai Januari 2010 saat perusahaan itu mengatakan tidak lagi bersedia menyensor hasil pencarian di China. Sebelumnya perusahaan itu memasukkan penolakan pada layanannya di China bahwa pencarian mungkin tidak akan lengkap karena hukum lokal.
Pencarian untuk istilah yang dianggap sensitif oleh sensor China rutin diblokir pemerintah China. Mesin pencari China seperti yang ditawarkan oleh Baidu sudah dengan sukarela
menyaring pencarian mereka.
Google juga mengatakan sudah membongkar serangan canggih yang berbasis di China terhadap apra aktivis HAM dengan menggunakan layanan Gmail di seluruh dunia. Perselisihan sensor dan peretasan menjadi titik kejengkelan diplomatik dalam hubungan China-AS.
Setelah berbulan-bulan berselisih dengan Beijing, Google mengubah halaman pencarian berbahasa China utamanya sehingga pertanyaan-pertanyaan yang muntul diarahkan ke satu situs di Hong Kong.
Itu berarti pencarian Google dari dalam China masih disensor filter internet pemerintah China, tetapi perusahaan itu tidak lagi memainkan peran langsung dalam sensor i
Friday, 1 April 2011
SENGKETA PAJAK ASIAN AGRI, Hakim tolak eksepsi manajer Asian Agri
Harian Kontan, 1 April 2011
JAKARTA. Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memutuskan menolak eksepsi Manajer Pajak Grup Asian Agri, Suwir Laut. Kemarin (31/1), majelis hakim memutuskan PN Jakarta Pusat berhak memeriksa perkara dugaan penggelapan pajak tersebut.
Dalam pertimbangan, majelis hakim yang diketuai Martin Ponto menilai, karena Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tidak mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) atas kasus ini, maka penyelesaian sengketa tidak bisa dilakukan Pengadilan Pajak.
Karena itu, kasus ini bukan menyangkut persengketaan utang pajak. Maka itu, pengadilan negeri memiliki wewenang untuk mengadili. "Memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melanjutkan perkara ini," kata Martin Ponto, Kamis (31/3).
Selain itu, majelis hakim menolak juga sanggahan terdakwa yang menyatakan dakwaan jaksa yang tidak cermat dan subjek dakwaan salah. Menurut majelis hakim, sanggahan demikian sudah masuk dalam pokok perkara.
Menanggapi putusan tersebut, Muhammad Assegaf mengaku awalnya ia optimistis hakim akan mengabulkan eksepsi. Sebab, Undang-undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menegaskan, Ditjen Pajak harus mendahulukan upaya untuk mendapatkan pemasukan negara dari wajib pajak dan bukan malah memidanakan wajib pajak.
"Seharusnya, atas kekeliruan pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) karena kealpaan atau kesengajaan, dapat dilakukan revisi bukan malah pemidanaan," jelasnya.
Dus, ia mengaku kecewa atas putusan hakim. Kata Assegaf, pihaknya akan mengajukan banding atas putusan sela ini ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. "Karena jika tak banding, berarti kami menerima putusan," katanya.
Jika upaya banding ini diterima oleh Pengadilan Tinggi DKI, maka sidang ini otomatis dihentikan. Sidang akan dilanjutkan Selasa (5/4) mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi. Jaksa Penuntut Umum Roland Hutahahean menyatakan akan mengajukan tiga orang saksi.
Kasus ini berawal dari nyanyian Vincentius Amin Susanto, Group Financial Controller Asian Agri. Ditjen Pajak sudah mengusut kasus ini sejak Januari 2007. Tetapi hingga sekarang, baru Suwir Laut yang bisa disidangkan.
Terdakwa menilai, tindakan pemidanaan terhadapnya ini bertentangan dengan UU KUP.
JAKARTA. Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memutuskan menolak eksepsi Manajer Pajak Grup Asian Agri, Suwir Laut. Kemarin (31/1), majelis hakim memutuskan PN Jakarta Pusat berhak memeriksa perkara dugaan penggelapan pajak tersebut.
Dalam pertimbangan, majelis hakim yang diketuai Martin Ponto menilai, karena Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tidak mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) atas kasus ini, maka penyelesaian sengketa tidak bisa dilakukan Pengadilan Pajak.
Karena itu, kasus ini bukan menyangkut persengketaan utang pajak. Maka itu, pengadilan negeri memiliki wewenang untuk mengadili. "Memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melanjutkan perkara ini," kata Martin Ponto, Kamis (31/3).
Selain itu, majelis hakim menolak juga sanggahan terdakwa yang menyatakan dakwaan jaksa yang tidak cermat dan subjek dakwaan salah. Menurut majelis hakim, sanggahan demikian sudah masuk dalam pokok perkara.
Menanggapi putusan tersebut, Muhammad Assegaf mengaku awalnya ia optimistis hakim akan mengabulkan eksepsi. Sebab, Undang-undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menegaskan, Ditjen Pajak harus mendahulukan upaya untuk mendapatkan pemasukan negara dari wajib pajak dan bukan malah memidanakan wajib pajak.
"Seharusnya, atas kekeliruan pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) karena kealpaan atau kesengajaan, dapat dilakukan revisi bukan malah pemidanaan," jelasnya.
Dus, ia mengaku kecewa atas putusan hakim. Kata Assegaf, pihaknya akan mengajukan banding atas putusan sela ini ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. "Karena jika tak banding, berarti kami menerima putusan," katanya.
Jika upaya banding ini diterima oleh Pengadilan Tinggi DKI, maka sidang ini otomatis dihentikan. Sidang akan dilanjutkan Selasa (5/4) mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi. Jaksa Penuntut Umum Roland Hutahahean menyatakan akan mengajukan tiga orang saksi.
Kasus ini berawal dari nyanyian Vincentius Amin Susanto, Group Financial Controller Asian Agri. Ditjen Pajak sudah mengusut kasus ini sejak Januari 2007. Tetapi hingga sekarang, baru Suwir Laut yang bisa disidangkan.
Terdakwa menilai, tindakan pemidanaan terhadapnya ini bertentangan dengan UU KUP.
Subscribe to:
Posts (Atom)