Friday, 9 March 2012
Target Penerimaan Pajak Diturunkan
Harian Seputar Indonesia, 8 Maret 2012
JAKARTA– Melambatnya perekonomian global memaksa pemerintah menurunkan target penerimaan negara dari sektor perpajakan dalam usulan APBN Perubahan (APBN-P) 2012.
Dalam draf Rancangan APBNP yang diajukan ke DPR, pemerintah merevisi penerimaan pajak hingga 2% atau sekitar Rp20,83 triliun. Bila dalam APBN 2012 pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan Rp1.032,6 triliun, maka dalam APBN-P hanya diusulkan Rp1.011 triliun.Penurunan terbesar pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yakni Rp17,7 triliun dari Rp352,94 triliun menjadi Rp335,24 triliun di APBN-P 2012.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkap kan bahwa melambatnya perekonomian dunia menjadi pendorong utama koreksi penerimaan perpajakan tahun ini. ”Penurunan perpajakan karena kondisi ekonominya turun, jadi ya otomatis turun. Pajak kan harus terhubung dengan kondisi ekonomi,” tutur Bambang di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta,kemarin.
Dalam draf RAPBN-P dijelaskan bahwa salah satu alasan pemerintah merevisi penerimaan pajak berkaitan dengan lebih rendahnya basis perhitungan penerimaan perpajakan. Hal itu disebabkan tidak tercapainya target penerimaan pada 2011 serta lebih kecilnya basis penerimaan perpajakan yang ditandai turunnya pendapatan secara nasional sebagai akibat menurunnya pertumbuhan ekonomi.
”Selain itu, kebijakan administered prices di bidang energi (BBM dan listrik) di tahun 2012 diperkirakan juga berdampak pada proyeksi penerimaan perpajakan,” sebut pemerintah dikutip dalam draf RAPBN-P. Selain PPN, penerimaan pajak dari pajak penghasilan (PPh) juga diproyeksikan turun sebesar 1,9% dari yang ditargetkan APBN sebesar Rp510,329 miliar.
Meskipun penerimaan dari perpajakan turun,pemerintah justru menargetkan peningkatan penerimaan negara sebesar Rp33 triliun. Bila sebelumnya pemerintahhanya menargetkan penerimaan negara Rp1.310,56 triliun dalam APBN 2012,maka dalam RAPBN-P naik menjadi Rp1.343,65 triliun. Peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) menjadi salah satu pendorongnya.
”( Penurunan penerimaan perpajakan) kan dikompensasi dari PNBP, terutama dari migas karena yang naik migas. Kalaupun ada peningkatan (dividen BUMN) cuma sedikit,” kata Bambang yang juga mantan dekan FEUI. Kenaikan PNBP diprediksi naik 19,42% atau Rp53,9 triliun, dari Rp278 triliun (APBN 2012) menjadi Rp331,913 triliun. Apabila dibandingkan dengan realisasi PNBP tahun 2011, proyeksi PNBP dalam RAPBN-P 2012 naik 2,3 %.Hal ini berkaitan dengan lebih tingginya proyeksi lifting minyak di 2012 (930.000 barel/hari) dibandingkan realisasinya pada 2011.
Target Inflasi 7%
Di luar revisi penerimaan perpajakan, perubahan paling mencolok lain dari RAPBN-P 2012 adalah defisit yang ditargetkan mencapai 2,23% atau jauh lebih tinggi dari APBN 2012 sebesar 1,5%.Target inflasi dalam RAPBN-P 2012 juga terbilang sangat tinggi yakni 7%,jauh di atas target di APBN 2012 sebesar 5,3%.
Dalam keterangan RAPBNP disebutkan salah satu alasan target inflasi sebesar 7% adalah karena ada rencana kebijakan pengendalian subsidi BBM, penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL),dan harga pembelian pemerintah (HPP) beras yang rencananya dimulai pada April. Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia M Chatib Basri saat dihubungi beberapa waktu lalu menilai defisit 2,23% yang diajukan pemerintah masih terlalu kecil.
Pemerintah seharusnya berani menetapkan defisit di atas 2,4%. Dengan defisit yang besar maka pemerintah lebih memiliki keleluasaan fiskal untuk mendongkrak pembangunan. Chatib juga menilai Indonesia seharusnya lebih memanfaatkan status investment grade serta rendahnya rasio utang terhadap PDB (sekitar 25,4%) dalam menetapkan defisit.”Asalkan pembiayaan defisit dipakai untuk pertumbuhan, defisit tinggi tidak masalah.Yang salah adalah kalau uangnya dipakai untuk subsidi, itu artinya uangnya dibakar. Pada saat kesempatan orang tertarik dengan SUN, pemerintah seharusnya bisa memanfaatkan momen itu,”harapnya.
Wednesday, 7 March 2012
Polri Bidik Pegawai Pajak
Harian Kompas, 7 Maret 2012
Jakarta, Kompas - Badan Reserse Kriminal Polri mulai menyelidiki kasus dugaan penyalahgunaan wewenang pegawai pajak. Penyidik masih memeriksa saksi-saksi dan telah meminta izin Menteri Keuangan untuk pemeriksaan dokumen pajak.
"Tanggal 8 Februari 2012, Mabes Polri sudah mengirim surat kepada Menteri Keuangan. Sampai sekarang masih menunggu (jawaban)," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution di Jakarta, Selasa (6/3).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pemeriksaan dokumen pajak harus mendapat izin Menteri Keuangan.
Menurut Saud, saat ini penyidik Bareskrim Polri menyelidiki kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat pajak berinisial AR yang melakukan penilaian individual terhadap dua perusahaan, yaitu PT SKJ dan PT KGS.
Penyelidikan terhadap kasus dugaan penyelewengan wewenang itu dilakukan berdasarkan laporan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan kepada Mabes Polri, tanggal 25 Oktober 2011.
Saud menambahkan, penyidik telah memeriksa 10 saksi, baik dari pihak perusahaan maupun Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Namun, ia belum dapat memastikan berapa kerugian negara akibat penyalahgunaan wewenang aparat pajak berinisial AR tersebut "Kami akan memeriksa data atau dokumen pajak. Jadi, belum dapat ditentukan kerugiannya," kata Saud.
Secara terpisah, pakar hukum pidana pencucian uang Yenti Garnasih mengatakan, aparat kepolisian seharusnya cepat menyelidiki dan menyidik laporan kasus dugaan terkait penyalahgunaan kewenangan atau penyalahgunaan di bidang perpajakan.
Kasus yang dilaporkan Itjen Kemenkeu itu, lanjut Yenti, juga dapat menjadi ujian bagi Polri, sejauh mana Polri dapat menangani kasus-kasus dugaan korupsi terkait perpajakan dengan tuntas.
Penyidikan Dhana
Penyidikan kasus mantan pegawai Ditjen Pajak Dhana Widyatmika yang ditangani Kejaksaan Agung dipertanyakan. Penyidikan oleh Kejagung, bukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, dinilai sebagai upaya untuk mengalihkan fokus perhatian publik dari kasus-kasus besar yang ditangani KPK, seperti Nazaruddin, Angelina Sondakh, Nunun Nurbaeti, dan Miranda S Goeltom.
"Saat PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) menyampaikan laporan tentang Dhana, kok, yang menyidik Kejagung? Kenapa bukan KPK? Kasus penggelapan pajak Dhana ini ujungnya suap, menerima hadiah, atau janji dan penyalahgunaan jabatan. Kenapa bukan KPK yang memeriksa. Ada indikasi kasus yang muncul sekarang untuk mengalihkan perhatian dari KPK, fokus publik terpecah ke Kejagung," kata pengajar hukum tindak pidana korupsi Universitas Pelita Harapan, Jamin Ginting.
Dari kasus Dhana dan Gayus Tambunan, menurut Jamin Ginting, sebaiknya bukan hanya penerima saja yang disidik. Siapa pemberi suapnya juga harus diusut. "Jangan terulang lagi kasus Gayus. Gayus sudah dihukum, pemberi suapnya juga harus dihukum," kata Jamin Ginting.
Subscribe to:
Posts (Atom)